Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus gencar membangun rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Ini untuk mewujudkan terciptanya Program Sejuta Rumah yang diusung Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebutkan, terdapat tiga tantangan yang harus dihadapi membangun area perumahan saat ini.
"Ada tiga tantangan pembangunan perumahan, yaitu soal harga tanah, birokrasi perizinan, dan penganggaran," ucap dia di depan Gedung Kementerian PUPR, Jakarta, Senin (19/2/2018).
Advertisement
Baca Juga
Terkait harga tanah, tingginya nominal lahan di dalam perkotaan membuat Kementerian PUPR lewat pihak kontraktor membangun pemukiman di luar area kota. Sementara itu, Basuki menilai, kendala perizinan pada pemerintah kota dan kabupaten bisa dikejar oleh timnya.
"Soal penganggaran, saya kira itu bisa diatasi, dengan adanya APBN dan keterlibatan REI (Real Estate Indonesia)," ujar dia.
Sepanjang 2017, Kementerian PUPR telah membangun sekitar 906 ribu unit rumah bagi MBR. "Mudah-mudahan, dengan yang sekarang ini (2018), minimal di atas 900 ribu (unit rumah) akan tercapai," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Koperasi Perumahan Rakyat Bisa Jadi Solusi Atasi Backlog
Sebelumnya, Pemerintah perlu melakukan terobosan yang berani untuk menuntaskan angka kekurangan rumah (backlog) yang hampir mencapai 14 juta unit. Tanpa langkah besar, maka persoalan pemenuhan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah tidak akan pernah tuntas. Pemenuhan perumahan rakyat dengan menggerakkan koperasi produksi menjadi salah satu solusi efektif yang dapat dilakukan pemerintah.
Wakil Ketua Umum DPP Realestat Indonesia yang juga Ketua Umum DPP Ikatan Alumni Ikopin (IKA-Ikopin) Adri Istambul Lingga Gayo menegaskan rumah adalah salah satu penopang utama kehidupan rakyat yang wajib dimiliki oleh warga negara Indonesia. Penyediaan kebutuhan terhadap rumah bagi warga yang tidak mampu menjadi kewajiban negara untuk membantu penyediaannya, dalam hal ini negara perlu memberikan peran tersebut kepada koperasi.
“Kenapa koperasi? Karena kalau kita berpegang kepada Pasal 33 UUD 1945, di mana koperasi ditempatkan sebagai sokoguru perekonomian Indonesia, maka pasal tersebut menjadi dasar legitimasi penyusunan sistem ekonomi Indonesia. Dimana dalam penjelasannya disebutkan bahwa bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi,” ungkap Adri dalam sebuah diskusi yang ditulis Liputan6.com, Jumat 29 Desember 2017.
Peran koperasi saat ini terabaikan, padahal koperasi paling efektif untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat berpenghasilan rendah termasuk di bidang perumahan. Untuk itu, maka perlu dibentuk Koperasi Produksi Perumahan Rakyat Indonesia (KPR Indonesia) yang akan menjalankan fungsi sebagai berikut.
Pertama, KPR Indonesia berfungsi menjadi pengembang (depelover) untuk menyediakan perumahan yang terjangkau oleh rakyat. Kedua, KPR Indonesia berfungsi menyusun peta kebutuhan perumahan rakyat dengan skala prioritas pemenuhan kebutuhan perumahan bagi rakyat dengan golongan ekonomi menengah ke bawah termasuk sebaran lokasinya yang mampu dijangkau oleh rakyat yang membutuhkannya.
Ketiga, KPR Indonesia berfungsi menyusun konsep rumah layak huni yang efektif dan efisien sehingga dapat terjangkau oleh seluruh rakyat, dan terakhir KPR Indonesia juga membangun semua fasilitas pendukung kawasan perumahan rakyat sehingga kawasan tersebut memiliki nilai ekonomi yang terus meningkat.
“Pemerintah mutlak diperlukan dalam tahap awal mewujudkan koperasi perumahan rakyat ini. Paling tidak pemerintah berperan menyusun regulasi untuk memberikan hak istimewa kepada Koperasi Perumahan Rakyat Indonesia dalam melaksanakan proyek pembangunan perumahan bagi warga negara berpenghasilan rendah,” tegas Adri.
Advertisement