Sukses

Bandara Bali Utara Diusulkan Dibangun di Atas Laut

PT Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) mengusulkan pembangunan bandara di daerah Buleleng, Bali Utara, untuk dibangun di atas laut.

Liputan6.com, Jakarta - PT Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) mengusulkan pembangunan bandara di daerah Buleleng, Bali Utara, untuk dibangun di atas laut. Ada beberapa hal yang menyebabkan Bandara Bali Utara itu tidak bisa dibangun di darat.

Presiden Direktur BIBU, I Made Mangku, menjelaskan, di Buleleng yang menjadi lokasi rencana pembangunan bandara, terdapat 33 pura dan 21 situs peninggalan sejarah yang tidak mungkin dipindahkan.

"Di sana juga ada jalan raya yang menjadi akses masyarakat sekitar, sawah yang subur, dan juga permukiman penduduk. Karena itu, kita desain offshore atau di atas laut," kata I Made Mangku di Hotel Borobudur, Kamis (22/2/2018).

Lokasi di atas air ini, menurutnya memiliki beberapa keuntungan. Selain tidak memakan banyak anggaran untuk pembebasan lahan, pembangunan ini diyakini mampu memberikan lapangan usaha tambahan bagi penduduk sekitar.

I Made Mangku bahkan telah mempersiapkan program peningkatan nilai tambah bagi nelayan yang selama ini melaut di perairan Bali Utara yang menjadi rencana pembangunan Bandara Bali Utara.

Bandara ini nantinya memiliki teknologi penyulingan air laut menjadi air bersih layak konsumsi. Teknologi ini selain untuk memenuhi kebutuhan bandara, juga akan didistribusikan ke para nelayan dan penduduk sekitar.

Bahkan, limbah penyulingan bandara ini nantinya juga disalurkan ke petani garam.

"Di sini potensi garamnya luar biasa, dan memiliki kualitas garam yang baik. Jadi ini mampu meningkatkan nilai tambah juga bagi masyarakat sekitar," ujarnya. 

I Made Mangku mengatakan, pembangunan bandara di Buleleng ini sangat penting mengingat sudah padatnya Bandara I Gusti Ngurah Rai. Tidak hanya itu, tambahan fasilitas infrastruktur transportasi di Buleleng akan menciptakan keseimbangan ekonomi antara Bali Utara dengan Bali Selatan.

"Karena selama ini ekonomi condong ke selatan. Jadi Bandara Bali Utara ini bisa menjadi sumber pengggerak ekonomi baru di Bali Utara," tuturnya.

Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Ground Breaking Bandara Internasional Bali Utara 28-29 Agustus

Percepatan pembangunan bandara udara di Buleleng, Bali Utara, terus dimatangkan. Peletakan batu pertama (ground breaking) North Bali International Airport (NBIA) atau yang dikenal dengan Bandara Internasional Bali Utara akan dilaksanakan 28-29 Agustus 2017 di Kecamatan Kubutambahan, Buleleng dan di Resort Sheraton Kuta, Bali.

Hampir 50 Perwakilan dan Kepala Negara akan hadir dalam ceremoni megaproyek pembuatan bandara internasional itu.

“Peletakan batu pertama rencananya akan dihadiri langsung Presiden Joko Widodo. Ada juga beberapa perwakilan negara, baik dari pihak consultan dan pihak investor,” ujar Presiden Direktur PT Bandara Internasional Bali Utara (BIBU), Dr Made Mangku pada 18 Juni 2017. 

Mangku menjelaskan, PT BIBU mengandeng investor Airport Kinesis Canada (AKC) untuk berinvestasi dalam pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di Buleleng. AKC Group diperkirakan akan menginvestasikan US $ 3 miliar.

"Masalah dana tidak perlu khawatir. Dana dari investor itu sudah terkumpul 100 persen. Pemerintah Kanada sendiri yang ikut mem-back-up dana mencapai US $ 3 miliar dan akan dikerjakan selama delapan tahun. Progres pembangunan bandara sendiri saat ini tinggal menunggu izin penentuan lokasi dari Kementerian Perhubungan," ujarnya.

Lebih lanjut, Mangku menjelaskan, perencanaan pembangunan bandara tersebut konsepnya tidak ada perubahan yang signifikan. Bandara dibangun di atas lahan seluas 2.150 hektare. Setengah dari lahan tersebut dibangun di atas laut dengan cara memperpanjang daratan dan sisanya di daratan. Kompleks bandara ini mengintegrasikan sebuah Aerotropolis seluas 750 hektare.

“Tantangan utama bandara ini adalah menghormati lingkungan. Bandara ini rencananya akan dibangun dengan dua runway. Panjang runway masing-masing 7 km lebih, sehingga pesawat komersial besar bisa mendarat. AKC Group mengusulkan untuk membangun seluruh bandara dengan teknologi dengan standar ZEA (Zero Energy Airport)” ujar Made Mangku.

Ketua Pokja percepatan 10 Destinasi Prioritas Kemenpar, Hiramsyah S Thaib mengatakan Bandara Internasional Ngurah Rai sudah mencapai titik jenuh. Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk membuat bandara kedua, hal itu juga untuk mengurangi kemacetan di bagian Bali Selatan, sehingga arus wisatawan tidak hanya tertuju ke arah selatan.

“Tujuannya adalah untuk mengembangkan sebuah wisata keluarga yang nyaman serta menjadi HUB utama di bagian Bali Utara. Bandara ini memiliki kapasitas mencapai 20 juta sampai 32 juta penumpang per tahun," terangnya.

Hiramsyah juga menjelaskan, jika bandara akan dibangun dengan konsep airport city yang dilengkapi dengan sarana olahraga, pusat perbelanjaan, danau buatan, teater serta fasilitas pendukung lainnya sehingga bandara ini akan menjadi bandara yang canggih dan lengkap.

“Bandara internasional ini juga akan dilengkapi dengan jalur kereta api yang akan berfungsi untuk mengangkut penumpang dari parkir kendaraan menuju landasan pesawat terbang,” ujarnya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya ikut mendorong hadirnya bandara baru yang rencananya dibangun di kawasan Bali Utara. Menurutnya, saat ini Bali sudah tak bisa lagi mengandalkan Bandara Ngurah Rai yang dilengkapi satu landasan pacu karena sudah tidak cukup.

"Bali butuh satu bandara lagi. Satu di selatan, satu di utara biar imbang. Terlalu kritis untuk Bali dengan satu bandara kalau terjadi apa-apa," ujar Arief Yahya.

Efek lainnya, keberadaan bandara baru ini sekaligus untuk menempatkan investasi tidak terbatas di Bali selatan saja, tetapi ke utara.