Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara resmi membuka masa penawaran Sukuk Ritel (Sukri) seri SR-010 pada Jumat hari ini (23/2/2018) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. Imbal hasil yang ditawarkan 5,90 persen dengan jatuh tempo tiga tahun.Â
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Luky Alfirman, mengatakan, Sukri SR-10 ini ditawarkan dengan kupon sebesar 5,90 persen. Surat utang berbasis syariah untuk pasar ritel ini sudah bisa dipesan sejak akhir Februari hingga pertengahan Maret 2018.Â
Advertisement
Baca Juga
"Periode pemesanan Sukuk Ritel SR-010 sudah dibuka sejak hari ini sampai 16 Maret 2018, dengan imbal hasil sebesar 5,90 persen," ujar Luky pagi ini.Â
Sukri seri SR-010 ini memiliki masa tenor tiga tahun sampai 10 Maret 2022. Nilai minimum pemesanan Rp 5 juta, dan jumlah maksimum pemesanan sebesar Rp 5 miliar. Selain itu, pembayaran imbalan pertama akan dilakukan pada 10 April 2018.
Sukuk ritel SR-010 tersebut diterbitkan dengan akad Ijarah Asset to be Leased oleh Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia. Tanggal penjatahan berlangsung pada 19 Maret 2018, dengan tanggal penerbitan (setelmen) 21 Maret 2018.
Luky melanjutkan, sukuk ritel SR-010 dapat diperdagangkan di pasar sekunder setelah satu periode imbalan.
"Pembayaran pertama atas sukuk ritel ini akan dilakukan pada 10 April 2018,"Â tukas Luky.Â
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Cicil Utang Subsidi BBM, Listrik, dan Pupuk Tahun Ini
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mulai membayar tunggakan penyaluran subsidi BBM, listrik, dan pupuk kepada tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), dan PT Pupuk Indonesia Tbk. Tunggakan itu diharapkan bisa selesai pada 2019.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengakui, selama ini pemerintah memang memiliki tunggakan untuk penyaluran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, dan pupuk. Namun, tunggakan tersebut akan mulai dicicil pada semester I tahun ini.
"Betul ada tunggakan subsidi BBM dan listrik. Kita akan menyelesaikan sebagian di semester I-2018. Bukan hanya Pertamina dan PLN, tapi juga pupuk. Dengan kita mulai melunasi sebagian di 2018 dan 2019 itu bisa selesai," ‎ujar dia di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Menurut Askolani, pembayaran tunggakan tersebut akan dilakukan sesuai dengan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari audit tersebut akan diketahui berapa besaran kekurangan pembayaran subsidi yang jadi utang pemerintah terhadap BUMN-BUMN tersebut.
"Terhadap tagihan 2017, finalnya itu hasil audit. Kita memang tiap tahun tidak bisa membayar subsidi itu kalau belum audit. Nanti akan ketahuan berapa kekurangan subsidi itu baik 2017 atau 2018 yang akan jalan. Kita akan bisa melunasi kewajiban dalam waktu 1-2 tahun setelah itu," kata dia.
Sementara untuk besaran tunggakan subsidi yang ditanggung pemerintah pada tahun ini, Askolani menyatakan hal tersebut belum bisa dipastikan. Sebab, besaran tunggakan tersebut baru akan diketahui setelah ada realisasi penyaluran BBM atau listrik oleh BUMN yang bersangkutan.
"Realisasi subsidi sampai Januari belum ada realisasi subsidi. Mekanismenya yang berlaku di PLN dan Pertamina, mereka lakukan dulu distribusi untuk subsidi BBM dan listrik," tandas Askolani.Â
Advertisement