Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) saat ini masih menghentikan proyek-proyek jalan layang yang tengah dikerjakan. Penghentian ini sebagai bentuk evaluasi pasca-terjadinya kecelakaan kerja di proyek jalan tol layang Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu).
Tim Ahli Struktur dan Konstruksi Kementerian PUPR Priyo Susilo mengungkapkan, ada berbagai hal yang diindikasi menjadi penyebab kecelakaan kerja pada proyek infrastruktur, salah satunya dari sisi sumber daya manusia (SDM).
Baca Juga
Dia mengakui, saat ini banyaknya pembangunan infrastruktur di Indonesia kurang bisa diikuti dengan jumlah SDM yang berkualitas.
Advertisement
"Kita akui saat ini kita kekurangan tenaga ahli, jujur saja, tidak hanya di kita tapi di BUMN juga begitu," kata dia di Jakarta, Sabtu (24/2/2018).
Untuk itu, dia bersama dengan BUMN atau perusahaan konstruksi lain akan mendorong untuk lebih memperbanyak pelatihan kepada SDM baik yang sudah berpengalaman atau yang masih baru.
Dengan semakin berkualitasnya SDM ini, diharapkan, hal-hal kecil yang bisa memicu kesalahan konstruksi atau kecelakaan kerja bisa lebih diminimalisasi.
"Akan lebih baik jika ada lembaga yang melatih para pekerja proyek untuk lebih profesional seperti khusus bagian jalan raya, bendungan, jembatan dan lainnya," ucapnya.
Â
Kejar Tayang
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Azam Asman Natawijana, menyebut percepatan pembangunan infrastruktur yang selama ini berlangsung di Indonesia punya keterkaitan erat dengan Pemilihan Presiden (Pilpres)Â 2019.
"Saya kira tidak bisa dilepaskan dari (Pilpres) 2019 untuk memenangkan kembali di 2019, " kata Azam.
Hal itu juga yang menurut Azam terjadi pada proyek pembangunan Tol Becakayu yang dibuat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hal ini PT Waskita Karya dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diminta bekerja 24 jam. Ini di luar batas manusia," kata Azam.
Dia menilai, sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Tanah Air saat ini dipercepat dan dikejar target untuk selesai pada 2019 mendatang. Hal ini yang kemudian menurutnya memicu terjadi belasan kecelakaan proyek infrastruktur sampai memakan korban jiwa.
"Kami di Komisi VI menganggap ini kejar tayang. Menjadi wajar bahwa minimum pengawasan menurun dengan volume besar dengan waktu singkat dan SDM (sumber daya manusia) terbatas. Sebab, sudah 14 kali kecelakaan sejak Agustus 2017. Yang terjadi itu permasalahan teknis dan lemahnya pengawasan sebab waktu yang pendek dan volume yang besar ini yang menjadi penyebab awalnya. Dan juga perencanaan yang amburadul," ujar Azam.
"Kita sudah mengingatkan kepada pemerintah supaya hati-hati. Kalau sampai terjadi lagi 14 kecelakaan bukan masalah sederhana. Kalau satu dua itu accident," sambungnya.
Azam mengatakan, pihaknya bukan berarti tak mendukung program pemerintah. Namun, selama program tersebut bermasalah, maka sudah seharusnya itu harus dikritisi.
"Kita bukan tidak mendukung pemerintah. Kita mendukung pemerintah. Program yang baik kita dukung tapi kalau ada masalah kita kritisi. Itu perintah dari ketua umum saya, SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Kita tidak ingin rakyat indonesia menjadi korban. Korban saat ini dan korban ke depan bagi pengguna fasilitas infrastruktur ini,"Â dia menandaskan.
Advertisement