Sukses

Kementerian PUPR Gaet Badan Usaha Garap Jalan Nasional Non-tol

Kementerian PUPR menyatakan badan usaha pelaksana (BUP) dicari untuk rekonstruksi jalan antara lain menambal, mengaspal dalam kurun waktu dua tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) kini tengah mengakomodir proyek pemeliharaan (preservasi) jalan nasional non-tol dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha-Availibility Payment (KPBU-AP). Sebelumnya, skema tersebut hanya diberlakukan untuk proyek jalan tol saja.

Demi melancarkan program itu, Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR melakukan market sounding pada Selasa, 27 Februari 2018, demi menggaet Badan Usaha Pelaksana (BUP) untuk merekonstruksi jalan selama 2 tahun dan memelihara pemakaian jalan selama 13 tahun ke depannya.

Direktur Pengembangan Jaringan Jalan Ditjen Bina Marga Rachman Arief Dienaputra mengatakan, BUP dicari untuk merekonstruksi jalan seperti melakukan penambalan serta pengaspalan dalam kurun waktu dua tahun.

"Setelah masa konstruksi selesai, BUP diwajibkan melakukan pemeliharaan jalan selama 13 tahun. Total masa konsesi adalah 15 tahun," ujar dia di Gedung Utama Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (27/2/2018).

Terkait biaya konstruksi, pemerintah menyerahkan kepada BUP untuk menyiapkannya. Pemerintah baru akan menyokong cicilan AP kepada Badan Usaha setelah konstruksi selesai dilaksanakan.

Dalam menjalankan skema KPBU-AP, Kementerian PUPR juga bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk dapat penjaminan AP, serta Bappenas dalam dukungan penyiapan KPBU.

Sementara itu, Dirjen Bina Marga Arie Setyadi Moerwanto memaparkan, konstruksi jalan non-tol dengan skema KPBU telah memiliki aturan hukumnya, seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri PPN/Bappenas No. 4 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Pada market sounding awal ini, Bina Marga tawarkan dua proyek jalan nasional non tol dengan skema KPBU-AP, yaitu Jalan Lintas Timur Sumatera yang berada di dua provinsi, yakni Riau dan Sumatera Selatan (Sumsel).

Secara gambaran umum, ruas jalan lintas di Riau memiliki panjang 43 km, dengan estimasi biaya Rp 882 miliar. Sementara ruas jalan lintas di Sumsel sepanjang 30 km memiliki estimasi biaya sekitar Rp 1,975 triliun.

"Kedua ruas jalan tersebut kita nilai layak secara ekonomi, sehingga dapat memberikan manfaat yang tinggi bagi masyarakat dan pemerintah," ujar Arie.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Kementerian PUPR Kebut Pembangunan 3 Bendungan

Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memacu penyelesaian pembangunan tiga bendungan di Sulawesi Selatan. Bendungan itu antara lain Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo, Karalloe di Kabupaten Gowa dan Pamukkulu di Kabupaten Takalar.

Penyelesaian pembangunan bendungan untuk meningkatkan produktivitas pangan, dengan‎ meningkatkan keberlangsungan suplai air bagi lahan pertanian di wilayah yang menjadi sentra pangan nasional tersebut.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, hal ini sejalan dengan Nawa Cita Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, untuk membangun ketahanan air dan pangan nasional.

“Pembangunan Bendungan Paselloreng ditargetkan rampung Desember 2018. Untuk Bendungan Karalloe, konstruksinya memang dimulai lebih dulu, namun sempat mengalami masalah pengadaan lahan, sekarang sudah diselesaikan, mudah-mudahan progres konstruksi lebih cepat lagi. Sementara Bendungan Pamukkulu dalam tahap persiapan yakni penyiapan jalan akses kerja,” Kata Basuki, di Jakarta, seperti ditulis Minggu 18 Februari 2018.

Basuki menuturkan, penyelesaian bendungan diupayakan bisa selesai lebih cepat. Hal ini karena pembangunan bendungan kini masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga biaya pembebasan lahannya dapat menggunakan mekanisme dana talangan.

Melalui mekanisme tersebut kontraktor akan membayar lahan yang telah siap dibebaskan dan nantinya akan dibayarkan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).

Sementara itu Direktur Jenderal Sumber Daya Air Imam Santoso mengungkapkan, pembangunan bendungan akan dilengkapi dengan pembangunan jaringan irigasi yang disebut sebagai Irigasi Premium atau irigasi yang mendapat jaminan suplai air bendungan.

Dengan demikian, biaya pembangunan bendungan yang mahal, dapat dipastikan airnya mengalir sampai ke sawah petani dan sumber air baku masyarakat.

"Irigasi yang suplai airnya bukan dari bendungan, cropping intensity-nya 1-1,5 kali, dengan suplai air yang berkelanjutan dari bendungan akan meningkat menjadi 2,75 kali. Saat ini dari 7,3 juta hektare irigasi baru 11 persen yang mendapatkan suplai air dari bendungan dan akan ditingkatkan menjadi 20 persen melalui pembangunan 65 bendungan yang tengah dilakukan Kementerian PUPR 2015-2019," papar Imam.