Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun pada perdagangan Selasa sebelum keluarnya data mingguan persediaan minyak AS yang diperkirakan akan menunjukkan kenaikan.
Namun, investor masih tetap percaya bahwa organisasi negara pengeskor minyak (OPEC) masih mempertahankan kebijakan pengendalian produksi untuk membendung penurunan harga.
Mengutip Reuters, Rabu (28/2/2018), harga minyak mentah Brent untuk kontrak berjangka turun 6 sen menjadi US$ 67,44 per barel waktu London. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 12 sen menjadi US$ 63,79 per barel.
Advertisement
Baca Juga
The American Petroleum Institute (API) akan merilis data mingguan mengenai persediaan minyak menta di AS pada Selasa malam. Berdasarkan jajak pendapat Reuters, pelaku pasar memperkirakan bahwa akan ada kenaikan 2,7 juta barel per barel.
Sebenarnya, persediaan minyak mentah AS telah turun lebih dari 100 juta barel, atau seperempat, dalam 12 bulan terakhir, ke level terendah dalam tiga tahun.
Secara musiman memang persediaan minyak mentah cenderung naik dalam tiga bulan pertama setiap tahunnya.
Kenaikan persediaan minyak mentah AS yang bisa disamakan dengan kenaikan produksi ini bertolakbelakang dengan langkah yang telah dilakukan oleh OPEC dengan mengendalikan produksi.
Executive Director International Energy Agency (IEA) Fatih Birol mengatakan bahwa AS akan menyalip Rusia sebagai produsen minyak terbesar dunia di luar OPEC pada 2019.
"Pertumbuhan sangat kuat, AS akan menjadi penghasil minyak nomor satu dalam waktu dekat," jelas dia kepadas Reuters.
Perdagangan kemarin
Pada perdagangan kemarin, harga minyak dunia naik didukung permintaan yang tinggi dan komitmen Arab Saudi untuk mengurangi produksi minyak sejalan dengan kesepakatan negara-negara produsen minyak (OPEC). Kenaikan tersebut mencapai yang tertinggi selama tiga pekan.
Harga minyak terus menanjak karena pernyataan Menteri Energi Arab Saudi, Khalid Al-Falih yang mengatakan, produksi minyak mentah di Arab Saudi akan menurun pada Januari-Maret ini. Sedangkan rata-rata volume ekspor kurang dari 7 juta barel per hari.
Al-Falih lebih lanjut menjelaskan, Arab Saudi berharap negara-negara anggota OPEC dapat mengikis hambatan produksi minyak tahun depan, dan menciptakan kerangka kerja permanen untuk menstabilkan harga minyak setelah kesepakatan memangkas produksi minyak berakhir di 2018.
"Sebuah studi sedang berlangsung dan begitu kita tahu persis apa yang bisa dilakukan untuk menyeimbangkan pasar, kita akan umumkan langkah selanjutnya. Mungkin memangkas kendala produksi," terang Al-Falih.
Data Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat pada pekan lalu menyebut stok minyak mentah AS mengalami penurunan.
"Menurut kami permintaan (minyak) akan cukup kuat, tapi kami tidak melihat terobosan besar," kata Analis Joel Hancock.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement