Sukses

HIPMI Dorong Penguatan Kewenangan KPPU

HIPMI mendukung penuh penguatan kewenangan lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Liputan6.com, Jakarta - Himpungan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mendukung penuh penguatan kewenangan lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Penguatan kewenangan tersebut akan mengurangi praktik monopoli dan oligarki dalam dunia kewirausahaan.

"HIPMI sangat mendukung penguatan KPPU. Ini supaya gini rasio kita berkurang. Gini rasio kita selama ini naik karena monopoli dan oligarki," kata Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI Bahlil Lahadalia di Kantor HIPMI, Jakarta Selatan (02/03/2018).

Ia mengungkapkan pentingnya peran KPPU dalam merangkul pengusaha khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia.

"Karena akibat monopoli dan oligarki. Gitu-gitu aja dari dulu. Monopoli perdagangan ini, misal seperti kartel yang buat para pengusaha khususnya UMKM jadi susah naik kelas," kata dia.

Terakhir, ia menyatakan, aturan KPPU dapat mencegah perlakuan buruk bagi entrepreneur di Indonesia.

"Aturan KPPU ini bisa diperkuat untuk mengawasi dan menjaga konsumen dari kesewenang-wenangan produsen terhadap persoalan rakyat," ucapnya.

2 dari 2 halaman

Amandemen

Sebelumnya, KPPU mengharapkan amendemen Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha segera terealisasi di DPR RI. Revisi undang-undang ini menambah kewenangan KPPU hingga penggeledahan pelaku kartel dan monopoli usaha.

“Amendemen Undang-Undang No 5 Tahun 1999 sangat penting untuk menindak pelaku kartel, oligopoli dan monopoli di Indonesia,” kata Komisioner KPPU, Sukarmi akhir tahun lalu.

Komisi VI DPR RI tengah membahas penambahan wewenang KPPU yang ditingkatkan hingga penggeledahan maupun nilai denda yang dilipatgandakan menjadi 30 persen dari total pendapatan perusahaan.

Ia pun menyambut positif amendemen Undang-Undang No 5 yang sepertinya memperoleh dukungan dari mayoritas fraksi-fraksi di DPR RI. “Kami yakin dan informasinya fraksi-fraksi akan mendukung amendemen undang undang ini,” ujarnya.

KPPU selama ini terus mengeluhkan keterbatasan wewenangnya yang kesulitan menekan praktik kartel, oligopoli, dan monopoli di Indonesia. Keterbatasan wewenang penggeledahan dan minimnya sanksi denda, menurut Sukarmi, menjadi pokok utama menjamurnya praktik persaingan usaha tidak sehat.

Sukarmi mencontohkan sanksi denda sebesar maksimal Rp 25 miliar yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku usaha. Nilai sanksi denda senilai ini, menurutnya, tidak ada artinya dibandingkan pendapatan korporasi yang bisa mencapai angka triliunan rupiah per tahun.

“Nilai Rp 25 miliar menjadi tidak terlalu besar untuk masa 10 hingga 20 tahun ke depan,” paparnya.

Selain juga kewenangan penggeledahan bagi pelaku kartel, oligopoli dan monopoli mampu mempertegas KPPU menjalankan tugasnya. Selama ini, KPPU hanya bisa meminta kelengkapan administrasi data pada pihak terlapor melakukan praktik kartel, oligopoli, dan monopoli.