Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2018, tentang kegiatan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Gas (BBG) dan Liquiefied Petroleum Gas (LPG).
Seperti yang dikutip dari situs Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian ESDM, di Jakarta, Senin (5/3/2018). Penerbitan peraturan ini, mempertimbangkan kelancaran pelaksanaan pendistribusian BBM, BBG, dan LPG di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan penyederhanaan perizinan usaha untuk mendorong investasi tiga jenis energi tersebut.
Baca Juga
Adapun isi Peraturan Menteri ESDM tersebut antara lain, Pasal 2 ayat 1 menyatakan, badan usaha niaga migas dapat melakukan pendistribusian melalui penyalur.
Advertisement
Selanjutnya dalam ayat 2, badan niaga migas dalam menyalurkan BBM, BBG dan LPG untuk pengguna skala kecil, pelanggan kecil, transportasi dan rumah tangga wajib menyalurkannya melalui Penyalur yang ditunjuk badan usaha niaga migas melalui seleksi.
Dalam ayat 3, pengguna skala kecil dan pelanggan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan konsumen yang menggunakan BBM, BBG dan LPG sebagai bahan bakar dan yang tidak menguasai atau mempunyai fasilitas dan sarana pelabuhan dan/atau tidak menguasai receiving terminal.
Dalam ayat 7, badan usaha niaga migas dalam melakukan penunjukan penyalur wajib menjamin keselamatan, kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Selanjutnya
Untuk pasal 3, diatur bahwa badan usaha niaga migas dalam menunjuk penyalur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib mengutamakan koperasi, usaha kecil atau badan usaha swasta nasional yang terintegrasi berdasarkan perjanjian kerja sama antara badan usaha niaga migas dan penyalur.
Penunjukan penyalur berlaku paling lama sampai dengan berakhirnya izin usaha niaga minyak dan gas bumi yang dimiliki badan usaha niaga migas.
Selain itu, penyalur hanya dapat menerima penunjukan penyaluran dari satu badan usaha niaga migas untuk masing-masing jenis komoditas BBM, BBG, atau LPG. Penyalur juga wajib menggunakan logo dan merek dagang badan usaha niaga migas.
Dalam pasal 4, badan usaha niaga migas wajib melaporkan penunjukan Penyalur kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Migas dan Badan Pengatur Hilir Migas.
Â
Advertisement
Kegiatan Penyaluran BBM
Kegiatan Penyaluran BBM
Pasal 5 ayat 1 menyatakan, bentuk Penyalur BBM dapat berupa agen BBM, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum, (SPBU), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker dan bentuk penyalur lainnya.
Ayat 2 berbunyi, penyalur BBM berupa agen BBM wajib memiliki sarana dan fasilitas pengangkutan, untuk melakukan kegiatan penyaluran dengan transportasi darat. Dalam ayat 3, penyalur BBM berupa SPBU dan SPBN wajib memiliki sarana dan fasilitas pengisian bahan bakar.
Pasal 5 ayat 5 menyebutkan, dalam hal penyalur BBM melakukan kegiatan penyaluran dengan transportasi laut, penyalur BBM dapat menguasai sarana dan fasilitas pengangkutan. Terhadap sarana dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak diperlukan Izin Usaha Pengangkutan Minyak dan Gas Bumi.
Disebutkan dalam Pasal 6, Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk Kegiatan Usaha Niaga Umum BBM (BU-PIUNU) dalam melaksanakan penunjukan penyalur, dilarang menunjuk Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha pengolahan minyak bumi, Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Penyimpanan Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha penyimpanan BBM dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha niaga umum BBM dan kegiatan usaha niaga terbatas BBM.
Dalam pasal 7, BU-PIUNU dapat melakukan kegiatan penyaluran BBM secara langsung kepada pengguna transportasi darat paling banyak sebesar 20 persen, dari jumlah seluruh sarana dan fasilitas SPBU yang dikelola atau dimilikinya.
Ketentuan paling banyak 20 persen ini, diperhitungkan dari seluruh sarana dan fasilitas SPBU badan usaha yang menggunakan merek dagang atau logo BU-PIUNU.
Â
Selanjutnya
Pasal 7 ayat 4 menyatakan, terhadap sarana dan fasilitas SPBU yang dikelola atau dimiliki BU-PIUNU dalam kegiatan penyaluran BBM yang melebihi 20 persen, hanya dapat dilaksanakan oleh Penyalur.
Penyalur hanya dapat melakukan kegiatan penyaluran BBM secara langsung kepada pengguna transportasi darat melalui sarana dan fasilitas SPBU.
Diatur dalam Pasal 8, BU-PIUNU yang mendapatkan penugasan dari Badan Pengatur (BPH Migas), penyalurnya wajib menyalurkan Jenis BBM Tertentu atau Jenis BBM Khusus Penugasan, kepada konsumen tertentu secara tepat sasaran dan tepat volume.
Sementara itu dalam Pasal 9, BU-PIUNU yang ditetapkan oleh Badan Pengatur (BPH Migas) melaksanakan penugasan wajib, menunjuk penyalur yang menyediakan sarana dan fasilitas di wilayah penugasan. Ini untuk menjamin menjamin penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu dan/atau Jenis BBM Khusus Penugasan di wilayah penugasan dan untuk subsidi yang tepat volume dan tepat sasaran.
BU-PIUNU pelaksana penugasan wajib melaporkan penunjukan Penyalur kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Migas dan Badan Pengatur (BPH Migas).
Advertisement