Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan hari ini. Mundurnya menasehat ekonomi Presiden AS Donald Trump mendorong pelemahan dolar AS.
Mengutip Bloomberg, Rabu (7/3/2018), rupiah dibuka di angka 13.758 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.776 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.750 per dolar AS hingga 13.771 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 1,56 persen.
Advertisement
Baca Juga
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.763 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.750 per dolar AS.
Dolar AS memang tertekan terhadap beberapa mata uang utama dunia usai kepala penasihat ekonomi Gedung Putih Gary Cohn mengundurkan diri dari pemerintahan Presiden Donald Trump.
Mantan Direktur Goldman Sachs ini memutuskan untuk berhenti setelah Trump mengumumkan akan mengenakan tarif bea yang tinggi pada impor baja.
Dalam sebuah pernyataannya, Cohn mengatakan bahwa merupakan sebuah kebanggaan bisa melayani negara terutama dengan adanya pemberlakukan kebijakan ekonomi yang pro pertumbuhan ekonomi untuk menguntungkan masyarakat AS.
Â
Prediksi ke Depan
Dolar AS masih akan terus tertekan sepanjang tahun ini sehingga memberikan peluang bagi mata uang euro untuk menguat. Oleh karena itu kenaikan suku bunga Bank Sentral AS diperlukan untuk menjaga kejatuhan dolar AS.
Pada 2017 kemarin, dolar AS mengalami pelemahan 10 persen terhadap euro. Padahal pada tahun kemarin sebagian besar pelaku pasar yakin dengan prospek pertumbuhan ekonomi AS dan juga Bank Sentral AS telah menaikkkan suku bunga.
Oleh sebab itu, pada tahun ini diperlukan kenaikan suku bunga yang progresif untuk menghindari pelemahan dolar AS lebih lanjut. Selain moneter, pemerintah juga perlu memberikan stimulus fiskal.
Jajak pendapat Reuters terhadap para ekonom, ahli strategi ekuitas dan analis semuanya menyarankan pemerintah AS salah untuk memotong pajak.
"AS perlu mencari lebih banyak investor asing, dan kami memperkirakan AS akan menghadapi persaingan yang lebih kuat daripada di masa lalu ketika memasarkan persediaan hutang yang meningkat ke investor asing," kata Thomas Flury, analis mata uang UBS Group AG.
Advertisement