Sukses

Rupiah Melemah, Pemerintah Harus Perhatikan Kemampuan Bayar Utang

Utang luar negeri pemerintah hingga akhir Februari lalu sudah mencapai Rp 4.754 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memberikan dampak positif bagi para eksportir. Namun bagi negara, pelemahan rupiah bisa berbahaya terkait utang. 

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo mengingatkan pemerintah memperhatikan kemampuan pembayaran utang.

Legislator Golkar ini mengatakan, utang luar negeri pemerintah hingga akhir Februari lalu sudah mencapai Rp 4.754 triliun. Menurutnya, depresiasi kursi rupiah bisa berimbas ke beban dalam membayar utang.

Meski rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) masih di bawah 30 persen, anjloknya kurs rupiah bisa berimbas ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Imbasnya ke pembayaran cicilan utang luar negeri yang makin membebani APBN,” ujarnya, Rabu (07/02/2018).

Dia mengaku telah meminta Komisi XI DPR mendorong pemerintah untuk berhati-hati dalam mengelola utang negara.

Politikus berlatar pengusaha itu juga mengingatkan pemerintah agar menggunakan dana hasil utang untuk sektor-sektor produktif. “Sehingga mampu menghasilkan penerimaan negara,” harapnya.

Kementerian Keuangan harus memperhatikan persoalan tentang rendahnya penerimaan negara sekaligus mencari solusinya.

“Agar Kementerian Keuangan terutama Direktorat Jenderal Pajak untuk memenuhi target penerimaan pajak 2018,” pungkasnya.

 

2 dari 2 halaman

Gerak Rupiah

Sebelumnya, pemerintah menyatakan tak khawatir dengan dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap utang luar negeri Indonesia. Pasalnya, volatilitas rupiah diklaim hanya bersifat sementara. 

"Utang tidak ada masalah, beban utang kita dibandingkan negara lain di dunia ini tidak tinggi," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di kantornya, Jakarta, Rabu (7/3/2018).

Meski begitu, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini mengaku laju pertumbuhan utang Indonesia dibandingkan beberapa tahun lalu memang lebih cepat. Ini karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan percepatan pembangunan infrastruktur.

"Kenaikan utang cepat karena bangun infrastruktur juga banyak. Bisa saja tidak usah naik utangnya secara cepat tapi infrastruktur jangan banyak bangun, pilih mana? Tidak ada apa-apa kok, kalian merasa sakit kalau utang naik cepat, enggak kan," ujar Darmin.

Sementara itu, Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengatakan memang saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah undervalue atau di bawah nilai fundamental. 

"Sebelum mengalami fluktuasi, rupiah itu sudah undervalue sebenarnya," kata Mirza.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: