Liputan6.com, Jakarta - Kemunculan Revolusi Industri 4.0 menimbulkan kekhawatiran, bahwa tenaga manusia akan tergantikan oleh mesin dalam dunia industri. Mengantisipasi hal tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mengembangkan pendidikan vokasi yang selaras dengan kebutuhan industri masa kini.
Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto menjelaskan, revolusi industri keempat ini memberikan kesempatan kepada pelaku usaha untuk berinovasi. Menurutnya, perhatian pemerintah juga tak luput dari pengembangan edukasi demi mempersiapkan tenaga kerja ke depan, khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Advertisement
Baca Juga
“Sistem pendidikan beberapa tahun paska 98 kan orientasinya kebanyakan non-science, teknologi dan matematika. Ini kesempatan kita untuk mengembalikan pendidikan-pendidikan di bidang tersebut,” tuturnya di Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Airlangga menambahkan, kurikulum pendidikan juga terus didorong untuk melakukan pelatihan, agar sektor seperti manufaktur kembali mendapat prioritas utama dalam menyongsong Revolusi Industri 4.0 yang menekankan pola ekonomi digital.
Lebih lanjut diterangkannya, Indonesia sebenarnya telah memiliki dua poin kunci untuk dapat bergerak pada industri berbasis ekonomi digital, yakni talenta dan pasar.
“Talenta kita punya universitas di ASEAN terbanyak. Untuk tenaga kerja, kebetulan sumber daya manusia kita masuk ke dalam golden era, generasi muda. Opportunity ini harus kita dorong,” ungkapnya.
Menanggapi kecemasan masyarakat bahwa manusia akan tergantikan oleh mesin atau robot, dia menekankan, itu hanyalah sindrom sesaat saja. Airlangga bilang skema otomatisasi dan robotik sebenarnya telah dilalui pada Revolusi Industri 3.0.
“Revolusi Industri 4.0 hanya mendorong konektivitas ke internet, jadi berbasis kepada data dan artificial intelligent. Sebetulnya otomatisasi dan robotik ini sudah dilalui di revolusi industri ketiga. Jadi bukan ujug-ujug ada di revolusi keempat,” pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Produksi Ponsel Buatan RI Tembus 60,5 Juta Unit
Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto menyatakan, produksi ponsel di dalam negeri mengalami lonjakan signifikan dalam tiga tahun terakhir. Hal ini membuat jumlah impor ponsel secara legal menurun drastis.
Airlangga menyatakan, Indonesia mengimpor 60 juta unit ponsel pada 2014. Sedangkan produksi dalam negeri hanya sekitar 5,7 juta unit.
"Hari ini di 2017, kita sudah produksi 60,5 juta ponsel, dan impornya 11,4 juta," ujar dia di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Dari 60,5 juta unit ponsel tersebut, lanjut Airlangga Hartarto, terdiri dari 11 merek lokal dan 11 merek luar negeri. Namun yang memiliki pangsa pasar paling besar justru merek lokal.
"Ini (produksi dalam negeri) terdiri dari 11 merek dalam negeri dan 11 merek luar negeri. Jumlah market share terbesar adalah merek lokal. Dan produksinya tertinggi 17 juta itu merek lokal," kata dia.
Dengan semakin banyaknya ponsel yang mampu diproduksi di dalam negeri, kata Airlangga, seharusnya tidak ada alasan jika masyarakat masih membeli ponsel ilegal hasil selundupan. Sebab menurut dia, ponsel yang diproduksi di dalam negeri juga tidak kalah dengan produk impor.
"Ada 70 industri (terkait), ada 22 merek global dan nasional, dan ini tentu nilai tambah bagus, dan industri tidak terprotek karena bea masuknya 0 persen. Jadi ini masuknya industri domestik market-nya besar sehingga tidak ada alasan untuk impor ilegal. Kerena impor ilegal itu opportunity-nya sudah terwakili di sini. Tidak ada merek yang tidak diproduksi di dalam negeri. Hilirisasinya sudah terbentuk," tandas Airlangga Hartarto.
Advertisement