Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan siap menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi usaha kecil dan menengah (UKM) yang beromzet maksimal Rp 4,8 miliar setahun dari 1 persen menjadi 0,5 persen. Hal ini menyusul janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memangkas tarif pajak UKM pada akhir bulan ini.Â
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Hestu Yoga Saksama, mengaku pemerintah akan segera menurunkan tarif PPh Final bagi UKM sesuai perintah Presiden.Â
Advertisement
Baca Juga
"Iya (turunkan tarif pajak UKM) sesuai arahan Presiden," kata dia saat dikonfirmasi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (8/3/2018).Â
Untuk detail mengenai perubahan aturan tarif pajak UKM ini, Hestu Yoga masih enggan menjelaskannya. Dia menegaskan, pemerintah akan segera menyelesaikan revisi tersebut.Â
"Ditunggu saja, diupayakan secepatnya selesai," ucap Hestu Yoga.Â
Dihubungi terpisah, Direktur Peraturan Perpajakan II DJP, Yunirwansyah mengungkapkan, pemerintah masih mengkaji perubahan aturan pajak UKM, baik dari sisi tarif maupun batasan omzet.Â
"Tarif dan omzet termasuk dalam kajian yang akan menjadi perubahan dari aturan sekarang," kata dia.Â
Untuk diketahui, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013, pemerintah telah menetapkan batasan omzet pengusaha kecil yang wajib ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebesar Rp 4,8 miliar setahun. Tarif PPh Final yang dikenakan sebesar 1 persen dari omzet.Â
Saat ini, Yunirwansyah mengaku, revisi tarif dan omzet UKM yang dikenakan pajak masih dibahas dengan para stakeholder.Â
"Aturannya lagi dibahas dengan stakeholder. Kita usahakan secepatnya," tegas dia.Â
Ikhwal penolakan dari kalangan pengusaha, termasuk UKM atas rencana penurunan batasan omzet PKP dari saat ini Rp 4,8 miliar per tahun, Yunirwansyah menjawab singkat.Â
"Kebijakan sesuatu pilihan," katanya.Â
Pengusaha Tolak Sri Mulyani Pangkas Batasan Omzet Kena Pajak UKM
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk tidak menurunkan batasan omzet Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari saat ini Rp 4,8 miliar per tahun.
Pengusaha tetap menginginkan kebijakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) sebesar 1 persen dari omset maksimal Rp 4,8 miliar setahun.
"Kalau threshold diturunin, UKM bayar pajaknya jadi lebih tinggi dong. Ini bakal direspons negatif, kasihan UKM, pasti akan banyak yang komplain," kata Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani di Jakarta, Rabu (24/1/2018).
Akan tetapi, dia menyambut positif rencana pemerintah memangkas tarif PPh Final UKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen atau turun separuhnya. Kebijakan ini diyakini akan merangsang geliat UKM untuk bertumbuh lebih cepat.
"Kalau suatu tarif pajak kompetitif, maka akan memberikan dorongan untuk tumbuh, tapi kalau ditarik insentifnya akan kurang bagus," ujarnya.
Inilah yang diakui Hariyadi menjadi sebuah dilema. Di satu sisi pemerintah ingin menurunkan batasan omzet PKP, namun di sisi lain memotong tarif pajak bagi UKM hingga 50 persen.
"Jadi mending seperti kemarin saja lah (1 persen maksimal Rp 4,8 miliar). Itu angka yang moderat, atau threshold tetap, tapi kalau tarif PPh mau diturunkan tidak apa," Hariyadi menjelaskan.
Dia mengaku, Apindo sedang membicarakan mengenai kebijakan ini bersama dengan Kementerian Keuangan. "Kami sedang rundingkan untuk mencari solusinya karena ada pemikiran pemerintah menurunkan threshold, tapi kompensasinya PPh Final turun jadi 0,5 persen," paparnya.
Advertisement
Banyak Pengusaha Besar Mengaku UKM
Ide pemerintah untuk menyeret ke bawah omzet PKP dan memangkas tarif pajak UKM, diungkapkan Hariyadi, karena banyak pengusaha skala besar yang mengaku UKM.
"Saya paham mungkin pemerintah melihat tiba-tiba semua orang berubah jadi UKM, dokter yang praktiknya luar biasa juga ngaku UKM, semua ngaku UKM, sehingga pemerintah jengkel. Orang Indonesia akalnya pinter sih, ada yang manfaatin lain, ketangkap sama pemerintah, lalu pemerintah men-generalisir," Hariyadi menjelaskan.
Atas kasus ini, kata Hariyadi, tercetus wacana dari pemerintah untuk menetapkan omzet PKP Rp 4,8 miliar setahun hanya untuk UKM individu, bukan Badan Usaha.
"Karena semua ngaku UKM, jadi ada wacana Rp 4,8 miliar itu untuk semua individu (UKM), tidak badan hukum. Jadi kami masih bicarakan," tukas dia.