Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) merevisi target pertumbuhan ekspor untuk sektor migas dan non-migas Indonesia pada 2018, dari 7 persen menjadi 11 persen. Akan tetapi, Kemendag menilai target tersebut masih lebih kecil dari harapan mereka.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Arlinda menyampaikan, target ekspor sebesar 11 persen tersebut akan tercapai bila mencapai angka US$ 115 miliar, sebuah angka yang terhitung mini dibanding pencapaian 2017 yang sebesar US$ 153 miliar.
Baca Juga
"Kalau target 2017 kemarin kita 5,3 persen pertumbuhannya, ternyata dia sudah bisa meningkat sebesar 153 miliar atau sekitar 16,8 persen. Jadi total kita meningkat 16,6 persen," jelas dia di Jakarta Internasional Expo, Jakarta, Jumat (9/3/2018).
Advertisement
Dia menambahkan, untuk mencapai target 11 persen dari jumlah tahun lalu, berarti nilai uang yang harus didapat adalah sekitar US$ 169,8 miliar. Kemendag sendiri, sebutnya, berharap manfaat yang diterima bisa mencapai US$ 180 miliar.
Selanjutnya, Arlinda turut memaparkan tren ekspor negara dalam lima tahun terakhir. Secara data terus menurun dan baru melonjak pada tahun lalu. Ia kemudian coba mengajak kementerian terkait lainnya untuk duduk bersama dan memetakan sektor mana saja yang mau ditingkatkan.
"Jika lihat data kita (Kemendag), sektor-sektor seperti minyak sawit dan turunannya, kertas dan produk kertas, makanan dan minuman, produk olahan karet, kayu, tekstil, industri alas kaki, kosmetik, dan otomotif hendak kita perkuat," tutur dia.
Â
Jokowi Minta Kemendag Aktif Buka Pasar Ekspor
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk lebih aktif membuka pasar baru untuk ekspor produk Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mengejar ketertinggalan ekspor Indonesia dari negara-negara lain di kawasan ASEAN.
Jokowi mengatakan, selama ini ekspor Indonesia kalah jauh tertinggal dibandingkan Thailand, Malaysia bahkan Vietnam. Padahal Indonesia memiliki sumber daya manusia (SDM) yang jauh lebih besar yang bisa menciptakan lebih banyak produk ekspor.‎
"Thailand penduduknya seperempat dari kita, menghasilkan 1,5 kali ekspor Indonesia. Vietnam du per lima penduduknya, menghasilkan 1,2 kali ekspor negara kita. Malaysia penduduknya seperdelapan menghasilkan 1,3 kali ekspor kita," ujar dia di Istana Negara, Jakarta, Rabu 31 Januari 2018.
Menurut Jokowi, ketertinggalan ekspor Indonesia dari negara-negara lain lantaran Indonesia selama ini hanya berkutat pada ekspor ke negara-negara yang sudah ada. Padahal banyak peluang bagi Indonesia untuk mengekspor produknya ke negara-negara baru atau nontradisional.
"Kita terlalu monoton ngurus pasar-pasar tradisional. Sudah bertahun-tahun kita ditinggal, negara lain yang mulai mengintervensi pasar-pasar baru," kata dia.
Dia mencontohkan, Pakistan dan Bangladesh merupakan pasar ekspor yang potensial lantaran jumlah penduduknya yang besar. Namun selama ini Indonesia tidak benar-benar menggarap pasar di kedua nama tersebut.
"Kita tidak pernah menengok Pakistan misalnya, penduduknya 207juta, dibiarkan tidak kita urus. Bangldesh misalnya, penduduknya bukan kecil, 160 juta. Ini pasar besar. meskipun kita sudah surplus tapi masih terlalu kecil angkanya. Bahkan kemarin ada expo di Bangladesh, kita tidak ikut. Semua negara ikut, kita nggak ikut," jelas dia.
Hal-hal seperti ini, lanjut Jokowi, harusnya menjadi perhatian bagi Kemendag beserta Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) dan Atase Perdagangan. Sehingga negara-negara tersebut bisa secara serius digarap guna meningkatkan ekspor nasional.‎
"Kesalahan-kesalahan seperti ini yang rutin kita ulang-ulang dan enggak pernah kita perbaiki. Ini ada yang keliru. Saya ulang lagi , ada yang keliru. Dan tugas Dirjen (Direktur Jenderal), ITPC, Atase untuk membenahi ini, pasti ada keliru," tandas dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Advertisement