Liputan6.com, Jakarta - Ketidakpastian geopolitik akan mendorong kenaikan harga emas tetapi rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) akan menguji gerak harga emas. Pengamat memperkirakan harga emas akan menguji support di bawah US$ 1.300 per ounce.
Pada pekan lalu, harga emas ditutup di level yang relatif netral dengan kisaran yang sempit. Harga emas berjangka pada Aprik diperdagangkan pada US$ 1.325 per ounce.
Advertisement
Baca Juga
"Emas masih akan mampu bertahan tetapi bisa diliputi tekanan karena kenaikan imbal hasil obligasi dan penguatan dolar AS karena estimasi kenaikan suku bunga the Fed," jelas kepala riset ETF Securities Maxwell Gold, seperti dikutip dari Kitco, Senin (12/3/2018).
Aksi jual emas diperkirakan akan terus dilakuka oleh investor menuju saat-saat keputusan Bank Sentral AS pada 21 Maret nanti.
Namun, harga emas masih bisa bertahan melihat beberapa data ekonomi yang ada. Petumbuhan ekonomi masih belum kuat dimana angka pengangguran masih cukup besar dan inflasi belum terlalu tinggi.
Upah meningkat hanya 0,1 persen pada bulan lalu, di bawah ekspektasi kenaikan 0,2 persen. Para ekonom melihat tanpa pertumbuhan upah yang tinggi sulit untuk mendorong angka inflasi.
Â
Pekan Kemarin
Pada pekan kemarin,  harga emas menguat menjelang akhir pekan ini seiring data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang kuat. Akan tetapi, pertumbuhan upah mengecewakan.
Dolar AS melemah seiring data tenaga kerja juga pengaruhi harga emas. Harga emas dan mata uang dolar AS sering berlawanan arah. Dolar AS melemah dapat menjadi daya tarik investor untuk membeli emas.
Data tenaga kerja AS menunjukkan ada penambahan sekitar 313 ribu pekerja pada Februari 2018. Akan tetapi, upah turun menjadi 2,6 persen dari periode Januari 2018 di kisaran 2,8 persen.
"Angka tenaga kerja sebenarnya buat harga emas turun, tetapi pertumbuhan upah juga tidak signifikan. Pertumbuhannya turun menjadi 2,6 persen. Pelaku pasar mengambil posisi beli menjelang akhir pekan," ujar Chief Investment Officer Wolfpack Capital Jeff Wright pada 10 Maret 2018.
Akan tetapi secara keseluruhan, laporan tenaga kerja tetap mendorong bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga pada 2018.
"Jumlah upah yang kurang dari perkiraan menunjukkan inflasi. Laporan tenaga kerja mempengaruhi kebijakan AS yang ingin melihat tingkat suku bunga naik lebih cepat," ujar Jim Wyckoff, Analis Kitco.com.
Advertisement