Sukses

BI Rampungkan Aturan Biaya Top Up Uang Elektronik

BI menekankan bahwa bank sentral berprinsip untuk memprioritaskan kepentingan dan perlindungan konsumen dalam aturan uang elektronik.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) masih terus menggogok revisi aturan uang elektronik. Salah satu yang masih menjadi pembicaraan adalah terkait tarif isi ulang (top-up fee).

Dalam aturan sebelumnya yang tertera pada Peraturan Anggota Dewan Gubernur No 19/10/PADG/2017 tanggal 20 September 2017, tentang Gerbang Pembayaran Nasional/National Payment Gateway (PADG GPN), disebutkan bahwa BI mematok biaya isi top-up uang elektronik maksimum sekitar Rp1.500 per satu kali transaksi.

Kebijakan skema harga yang tertera dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur mengenai Gerbang Pembayaran Nasional ditetapkan dengan mempertimbangkan prinsip mendorong perluasan akseptasi, efisiensi, kompetisi, layanan, dan inovasi.

BI menekankan bahwa bank sentral berprinsip untuk memprioritaskan kepentingan dan perlindungan konsumen dalam aturan uang elektronik ini, termasuk dalam kaitannya dengan biaya top-up.

“Prinsipnya Bl sangat mengedepankan perlindungan dan kepentingan konsumen. Nanti ini semua akan tercermin di ketentuan yang sedang disusun tersebut," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman kepada wartawan, Selasa (13/3/2018).

PADG GPN ini memungkinkan top-up e-money untuk masih bisa gratis apabila isi ulang maksimal Rp 200 ribu melalui kanal penerbit kartu (Top-Up On Us). Sedangkan apabila, nominal pengisian melebihi Rp 200 ribu, maka dikenakan biaya maksimal Rp 750.

Sementara itu, pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu yang berbeda atau mitra atau pihak ketiga (Top-Up Off Us) dapat dikenakan biaya maksimal sebesar Rp 1.500.

 

2 dari 2 halaman

Terjadi Peningkatan Penggunaan

Terkait revisi dari peraturan di atas yang saat ini masih dikembangkan oleh BI, pengamat perbankan Paul Sutaryono berpendapat bahwa revisi aturan uang elektronik ini sudah seharusnya didukung.

“Revisi aturan oleh BI tentu patut disambut baik. Setiap aturan harus memprioritaskan kepentingan dan perlindungan konsumen,” kata Paul.

Keberadaan aturan ini semakin penting mengingat semakin banyaknya pengguna uang elektronik.

Data sepanjang tahun 2017 kemarin menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penggunaan uang elektronik sebesar Rp, 11,5 triliun atau sama dengan 64 persen jika dibandingkan dengan tahun 2016, yaitu sebesar Rp 7,06 Triliun.

Angka ini juga mencerminkan pertumbuhan dua kali lipat dibandingkan dengan pertumbuhan dari 2015 ke 2016, yaitu sebesar 33,7 persen.

Untuk mendukung hal ini, BI juga perlu mengedukasi masyarakat mengenai berbagai aturan baru di uang elektronik nanti, termasuk mengenai pentingnya pengenaan biaya top-up agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Paul mengatakan bahwa edukasi tersebut harus dijalankan melalui berbagai media.

“Edukasi dan sosialisasi harus dilakukan antara lain melalui koran, TV, media sosial, dan talk show,” tutup Paul. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: