Sukses

Harga Dipatok US$ 70 per Ton, Pengusaha Batu Bara Tetap Untung?

Kementerian ESDM memastikan operasional tambang batu bara tak akan goyang dengan penetapan harga patokan emas hitam untuk listrik.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis penetapan harga batu bara khusus kelistrikan sebesar US$ 70 per ton‎ tidak akan mengganggu kegiatan operasi pertambangan batu bara.

Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengatakan, penetapan harga khusus untuk kelistrikan sebesar US$ 70 per ton, sudah berdasarkan pertimbangan keterjangkauan perusahaan pembangkit dan keuntungan‎ pengusaha batu bara.

"Pertimbangannya kepantasan saja, sesuai dengan kewajaran,"‎ kata Bambang di Kantor Direktorat Jenderal Minerba, Jakarta, Selasa (13/3/2018).

Menurut Bambang, penetapan harga batu bara khusus kelistrikan di bawah Harga Batu bara Acuan (H‎BA) yang pada bulan ini sebesar US$ 101,86 per ton, tidak akan mengganggu kegiatan operasi pertambangan. Pasalnya, harga batubara yang ditetapkan masih di atas biaya produksi, sehingga pengusaha masih mendapat keuntungan.

‎"Enggak ada mengganggu eksplorasi. Ya enggaklah (tidak keekonomian)," ucapnya.

Bambang mengaku sebelum keputusan patokan harga batu bara khusus kelistrikan ditetapkan, pemerintah mendapat usulan dari dua belah pihak. Yaitu PT PLN (Persero) yang mengusulkan di bawah harga patokan dan pengusaha batu bara mengusulkan di atas harga patokan.

"PLN pasti minta lebih rendah, kita kewajaran saja, pengusaha minta harga batu bara khusus listrik US$ 85 per ton," tandasnya.

2 dari 2 halaman

Menteri Jonan Resmikan PLTU Tanjung Bara

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meresmikan Excess Power Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Bara, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Pembangkit berkapasitas 3 x 18 MW ini dibangun oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Pembangkit tersebut dibangun sejak Oktober 2011 dengan nilai investasi sebesar US$ 150 juta. Kehadiran excess power ini melengkapi kapasitas PLTU Tanjung Bara sebelumnya 2 x5  MW sehingga kapasitas PLTU Tanjung Bara menjadi 64 MW.

Dari total kapasitas tersebut, 30 MW digunakan untuk kebutuhan listrik di lingkungan PT KPC (captive power) dan 34 MW sisanya merupakan excess power dengan 18 MW di antaranya telah berkontrak atau diperjualbelikan kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"PLTU ini menyalurkan 1/3 dari 3 x 18 MW untuk kepentingan masyarakat, ini penting sekali," ujar dia di PLTU Tanjung Bara, Kalimantan Timur, Kamis (8/3/2018).

Guna memproduksi excess power, pembangkit ini membutuhkan batu bara sekitar 256.122 ton per tahun dengan nilai kalori sebesar 4.700 GAR (Gross Air Received).‎ Jonan menuturkan, peresmian excess power PLTU Tanjung Bara sebagai upaya pemerintah mendorong penyediaan tenaga listrik yang lebih merata agar dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas dengan harga yang terjangkau.

Keberadaan excess power ini memberikan multiplayer effect terhadap masyarakat di area sekitar PLTU Tanjung Bara, salah satunya adalah mampu melistriki masyarakat Kota Sangatta sebanyak 25.578 kepala keluarga.

"Pesan Pak Presiden, yang harus dilakukan semua kegiatan usaha, khususnya yang besar harus menyatu dengan masyarakat sekitar. Masyarakat harus terima manfaat langsung dari kegiatan usaha itu," kata dia.

Tonton Video Pilihan di Bawah Ini: