Sukses

Kebijakan Modernisasi Bisa Bikin Pengadaan Barang Rp 440 T Lebih Efisien

LKPP menyatakan perlu ada kebijakan yang mampu mendorong efisiensi dan efektivitas pengadaan barang dan jasa.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) menyatakan perlu ada kebijakan yang mampu mendorong efisiensi dan efektivitas pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga (K/L). Alasannya, nilai pengadaan barang dan jasa seluruh K/L sekitar Rp 440 triliun setiap tahun. 

Kepala LKPP, Agus Prabowo menegaskan, pengadaan bukan sekadar melakukan pemilihan penyedia, tapi juga ada beberapa keluaran penting yang harus diperhatikan. Hal tersebut akan mendorong para pemangku kepentingan untuk ikut terlibat dalam program modernisasi pengadaan.

"Belanja pemerintah harus dilakukan secara efisien dan efektif, berorientasi pada public delivery, dan memberikan kualitas barang atau jasa yang baik, dan menciptakan kompetisi yang adil," kata dia dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (13/3/2018). 

Sementara itu, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Yanuar Nugroho menyatakan, dalam tiga tahun terakhir, sekitar 25 persen komponen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah anggaran pengadaan barang dan jasa. Namun hambatan terbesar dari modernisasi pengadaan adalah pada hal paradigma posisi strategis pengadaan.

"Secara bisnis proses, pengadaan masih bersifat ad hoc atau disambi, tanpa ada strategi pengadaan, dan tanpa ukuran kinerja yang berorientasi value of money,” terangnya.

Beberapa akar masalah yang berhasil diidentifikasi dan dianggap  realistis untuk bisa diurai, antara lain struktur kelembagaan pengadaan barang dan jasa yang diterapkan sama di seluruh K/L, meskipun masing-masing K/L memiliki kompleksitas pengadaan yang berbeda-beda.

"Struktur kementerian yang memiliki anggaran pengadaan ratusan triliun rupiah sama dengan struktur kementerian yang memiliki anggaran pengadaan beberapa triliun rupiah," ujar Yanuar.

LKPP menyadari pentingnya penyesuaian antara insentif dengan beban kerja. Saat ini, kementerian kesulitan mencari pegawai yang mau berprofesi di pengadaan barang dan jasa karena beban kerja dan risiko kerja yang tinggi serta tidak ada jenjang karier yang jelas.

Solusi yang berhasil dirumuskan adalah pemerintah perlu merevisi Peraturan Presiden Nomor 7/2015 untuk mengurai masalah struktur dan merevisi PermenPAN-RB 77/2012. Tujuannya untuk meningkatkan kelas jabatan pengelola pengadaan.

Bila segera terimplementasi, terobosan ini akan berdampak pada pelayanan publik yang dirasakan masyarakat serta penyerapan anggaran yang lebih baik. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja pemerintah.

Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto menekankan pentingnya penguatan kelembagaan dan profesionalisme sumber daya manusia (SDM) di bidang pengadaan. Kejelasan peran bagi institusi pengadaan akan meningkatkan akuntabilitas, tanggung jawab, dan kinerja atau tingkat layanan.

"Dengan adanya hal tersebut, sangat penting adanya tenaga profesional pengadaan barang dan jasa yang berkualitas dan kompeten dengan sistem karier, serta penghargaan dan remunerasi yang kompetitif," pungkasnya. 

2 dari 3 halaman

Alasan BKN Usul Gaji PNS Naik pada 2019

Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengusulkan kenaikan gaji para Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada 2019. Alasannya karena Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah lebih dari dua tahun tidak memperoleh kenaikan gaji, meskipun diganti dengan Tunjangan Hari Raya (THR).

Kenaikan gaji PNS terakhir kali pada 2015, sebesar 6 persen. Kemudian pada 2016, pemerintah pertama kalinya memberikan THR kepada PNS sebagai kompensasi tidak adanya penyesuaian gaji. Kebijakan itu dilanjutkan di 2017 dan 2018. Itu artinya sudah tiga tahun, PNS tidak mendapat kenaikan gaji.

"Salah satunya kami usulkan kenaikan gaji PNS karena sudah lebih dari dua tahun tidak naik," kata Kepala Biro Humas BKN, Mohammad Ridwan saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (1/3/2018).

Dia menjelaskan, meskipun tidak naiknya gaji PNS dikompensasi dengan pemberian THR, namun tidak mencukupi kebutuhan hidup PNS seiring dengan peningkatan inflasi dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.

"Kalau kita bicara penghasilan kuantitas dalam rupiah, saya pernah menghitung secara sederhana dengan Kepala Biro Humas Kementerian Keuangan, yang didapat (PNS) sedikit lebih banyak dengan sistem yang sekarang atau THR," ujar dia.

"Tapi dalam dua tahun ini, inflasi 6-8 persen sudah melebihi dari gaji PNS. Apalagi rupiah sedang melemah, jadi valuasi mata uang kita makin kecil. Tadinya bisa beli sekilo telur, jadi beli seperempat," Ridwan menambahkan.

3 dari 3 halaman

Selanjutnya

Mengutip prediksi para analis dan ekonom, kata dia, pertumbuhan ekonomi masih akan tertekan pada 2018 dan 2019 karena tahun politik. Ia menambahkan, investor akan wait and see dalam berinvestasi.

"Jadi walaupun target inflasi kecil, tapi pertumbuhan ekonomi akan tertekan," ujar dia.

Ridwan lebih lanjut mengaku pertimbangan Kementerian Keuangan tidak menaikkan gaji PNS selama tiga tahun ini demi menjaga inflasi. Untuk diketahui, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menargetkan laju inflasi yang rendah sekitar 3-4 persen.

"Yang diperhatikan teman-teman Kemenkeu kenapa lebih dari dua tahun tidak naik (gaji), itu karena biasanya kalau diumumkan gaji naik di awal tahun, inflasi langsung mendahului kenaikan," ujarnya.

"Misalnya diumumkan Januari atau Februari naik gaji, walaupun Mei kita baru terima rapelan gaji itu, tapi kenaikan inflasi sudah dimulai dari bulan sebelumnya. Harga-harga pangan, dan lainnya naik sehingga memberatkan pemerintah," tambah Ridwan.

Direktorat Kompensasi BKN dalam hal ini, sambungnya, harus memastikan ada perubahan pada gaji maupun tunjangan PNS.

"Fungsi Direktorat Kompensasi memastikan untuk tunjangan dan gaji PNS itu selalu update, bukan selalu naik ya. Direktorat tersebut menyampaikan semua variabel yang biasa dihitung menunjukkan memang sudah waktunya naik (gaji) even ada gaji ke-13 dan 14 ya," tuturnya.

"Kebutuhan PNS itu dihitung dan disampaikan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kemenkeu. Melihat juga dampaknya ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan APBD," pungkas Ridwan.

Video Terkini