Liputan6.com, Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia diprediksi mencetak defisit sebesar US$ 56 juta pada Februari 2018. Laju impor di bulan kedua diperkirakan lebih tinggi dibanding ekspor sebagai dampak peningkatan kegiatan manufaktur di dalam negeri.Â
"Neraca perdagangan Februari 2018 diperkirakan defisit sebesar US$ 56 juta," kata Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede dalam ulasannya di Jakarta, Kamis (15/3/2018).Â
Dia memproyeksikan, laju ekspor Februari ini tumbuh ‎11,9 persen (year on year/yoy). Namun, kinerja impor lebih tinggi dengan perkiraan tumbuh sekitar 24,8 persen (yoy).Â
Advertisement
Baca Juga
"Impor diperkirakan tumbuh hampir 25 persen (yoy) ditopang kenaikan aktivitas manufaktur domestik yang akan mendorong impor bahan baku dan barang modal," kata dia.
Sementara untuk ekspor, Josua, mengatakan ditopang kenaikan harga komoditas kelapa sawit dan karet alam sepanjang bulan kedua ini.Â
"Volume ekspor juga meningkat terindikasi dari kenaikan aktivitas manufaktur dari mitra dagang utama Indonesia, seperti Tiongkok dan ASEAN, meski aktivitas manufaktur Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang cenderung menurun tipis," kata Josua.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Selanjutnya
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Institute fo Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira  prediksi, defisit perdagangan mencapai US$ 250 juta-US$ 300 juta. Defisit itu didorong ekspor Indonesia menurun, Ia mengatakan, penurunan kinerja ekspor tersebut akibat koreksi harga beberapa komoditas, salah satunya CPO yang berkontribusi sebesar 15 persen terhadap ekspor nonmigas.
"Dari sisi impor migas nilainya diprediksi meningkat terlebih karena kurs rupiah sepanjang februari melemah," ujar dia.
Sementara itu, pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal masih akan tinggi. Hal ini menunjukkan kenaikan permintaan dari industri manufaktur.Â
"Diharapkan hal ini jadi indikasi growth sektor manufaktur akan meningkat pada kuartal II mendatang," kata dia.
Namun, kata Bhima, yang perlu diwaspadai defisit perdagangan diprediksi masih akan terjadi hingga menjelang Lebaran. Ini didorong oleh naiknya impor barang konsumsi secara musiman.
"Perang dagang dengan Amerika Serikat dan Eropa juga memunculkan kekhawatiran akan menurunnya kinerja ekspor nonmigas tahun ini," tandas dia.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia alami defisit US$ 670 juta pada Januari 2018. Indonesia alami defisit neraca perdagangan dengan sejumlah negara antara lain China, Thailand.
Kepala BPS Suhariyanto menuturkan, ada surplus US$ 182 juta di sektor nonminyak dan gas (migas). Akan tetapi, impor naik sehingga tercatat defisit neraca perdagangan US$ 670 juta pada Januari 2018.
"Untuk nonmigas ada surplus US$ 182 juta tapi terkoreksi dengan ada defisit migas. Sehingga total neraca perdagangan defisit pada 2018," kata Suhariyanto.
Advertisement