Sukses

RI Impor Garam 167 Ribu Ton, Terbesar dari Australia

BPS menyatakan, sisa impor garam yang belum masuk ke Indonesia menunggu keputusan dari pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada impor garam industri sebanyak 167.000 ton yang masuk ke Indonesia pada Februari 2018. Nilai impor garam industri itu mencapai USD 5,2 juta.

"Impor garam sekarang sudah ada. Garam 167.000 ton dan itu berasal dari Australia karena memang kebutuhan garam dari industri kurang ya,” ujar Kepala BPS Suhariyanto, Kamis (15/3/2018).

Impor garam tersebut antara lain sebanyak 167,3 ribu ton berasal dari Australia sebesar 91,18 ribu ton dengan nilai impor USD 3,68 juta. Kemudian disusul India dengan volume impor garam sebesar 75,71 ribu ton senilai USD 1,79 juta.

Indonesia juga impor garam dari Selandia Baru sebanyak 0,34 ribu ton pada Februari 2018. Nilai impor garam itu mencapai USD 0,15 juta. Negara lainnya yang turut impor garam industri ke Indonesia adalah Thailand dengan volume impor sebesar 0,05 ribu ton senilai USD 0,08 juta.

Suhariyanto menuturkan, sisa garam impor yang belum masuk ke Indonesia menunggu keputusan dari pemerintah. Pemerintah menargetkan impor garam sebesar 3,7 juta.

“Itu (167.000-red) hanya untuk Februari. Kebijakan selanjutnya kita tunggu dari pemerintah,” ujar dia.

 

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

RI Harus Tuntaskan 3 Kendala Ini Agar Swasembada Garam

Sebelumnya, komoditas garam produksi Indonesia memiliki beragam masalah yang harus dituntaskan jika ingin mencapai swasembada. Selain produksi yang masih rendah, tingginya harga garam produksi dalam negeri membuat sulit bersaing dengan garam impor.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengatakan, saat ini luas lahan tambak garam di Indonesia hanya sebesar 25.800 hektare (ha). Dari jumlah tersebut, petani dalam negeri hanya mampu memproduksi 2,6 juta ton garam per tahun.

"Sekarang lahan tambah garam ada 25.800 ha, yang existing, menghasilkan 2,6 juta ton per tahun," ujar dia di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis 22 Februari 2018.

Sementara dari segi harga, lanjut dia, garam produksi dalam dibanderol lebih mahal ketimbang garam impor. Saat ini harga garam produksi petani lokal mencapai Rp 2.200 per kg, sedangkan jika harga garam impor hanya sekitar Rp 600 per kg.

‎"Harganya dulu Rp 1.100 per kg, sekarang Rp 2.200. Di kita, garam tidak jadi unggulan karena harga jauh lebih mahal dibanding negara yang garamnya jadi produk unggulan seperti Australia dan India. ‎Garam impor itu harganya US$ 45 per ton atau Rp 600 perak per kg, itu sudah kita makan, sudah harga di meja, dibandingkan harga Rp 2.200," kata dia.

Selain itu, produk garam nasional juga memiliki kualitas yang rendah. Hal ini yang membuat garam yang digunakan sebagai bahan baku industri harus diimpor dari negara lain.

"Garam produksi kita itu NaCL-nya 89, sedangkan industri butuhnya yang NaCL 97. Kalau dipaksakan pakai 89 mesin produksinya rontok. Sehingga produk lokal kalau kita harus dipaksa jadi NaCL 97, harus ada proses lanjutan, itu yang buat harganya jadi mahal," ujar dia.