Sukses

Investor Fokus Isu Suku Bunga The Fed, Dolar AS Kembali Menguat

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.759 per dolar AS hingga 13.773 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Jumat ini. Pelaku pasar mulai fokus pada isu kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed).

Mengutip Bloomberg, Jumat (16/3/2018), rupiah dibuka di angka 13.768 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.749 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.759 per dolar AS hingga 13.773 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 1,53 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.765 per dolar AS. Patokan pada hari ini melemah jika dibandingkan dengan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.748 per dolar AS.

Dolar AS mulai merangkak naik kembali pada perdagangan Jumat ini setelah sebelumnya mengalami tekanan. Pelaku pasar mulai fokus pada rapat the Fed.

Tekanan yang dialami dolar AS pada hari-hari sebelumnya karena berbagai manuver yang dilakukan oleh Presiden AS Doland Trump seperti pemberian bea masuk yang tinggi untuk produk baja dan aluminium.

'Kebijakan proteksionis dari Presiden Trump menjadi alasan mengapa dolar AS melemah pada awal pekan," jelas analis Mizuho Bank Tokyo, Daisuke Karakama seperti dikutip dari Reuters.

Ia melanjutkan, dolar AS berlahan menguat kembali karena pelaku pasar mulai melihat ke depan, yaitu rapat the Fed yang akan berlangsung pada pekan depan. Adanya perkirakan kenaikan suku bunga menjadi tenaga bagi dolar AS. 

2 dari 2 halaman

Risiko Minim

Sebelumnya, BI mengaku tak terlalu khawatir dengan risiko pelemahan Rupiah terhadap utang swasta. Sepanjang Maret 2018, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS telah melemah 0,27 persen.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi menjelaskan, saat ini banyak perusahaan swasta yang sudah menjalankan ketentuan BI, tentang kewajiban bagi perusahaan yang memiliki utang luar negeri melakukan lindung nilai (hedging) minimal 25 persen.

"Hasil pantauan kami sudah lebih dari 90 persen perusahaan sudah comply dengan ketentuan tersebut, sehingga pelemahan rupiah ini tidak terlalu berisiko," ujar dia di Gedung Bank Indonesia, Rabu (14/3/2018).

Ketentuan BI ini sebenarnya sudah dikeluarkan pada pertengahan 2017. Hasilnya langsung dimanfaatkan perusahaan. Dalam ketentuan tersebut, BI mengimbau bagi perusahaan yang belum melakukan hedging harus segera menjalankannya.

Menurut Doddy, fluktuasi rupiah yang terjadi belakangan ini akibat sentimen dari rencana The Fed menaikkan suku bunganya dalam FOMC meeting 21 Maret 2018. Setelah itu, rupiah diperkirakan kembali ke level fundamentalnya.

Meski, kata dia, resiko fluktuasi rupiah masih terjadi ke depannya. Ini karena The Fed berencana menaikkan suku bunganya sebanyak tiga kali pada 2018.