Sukses

Industri Petrokimia Minim, RI Impor Kuaci hingga Kacang Tanah

Pengamat ekonomi Faisal Basri menyatakan, Indonesia menjadi importir makanan ringan mulai dari kuaci, kacang, dan air kelapa akibat industri petrokimia masih lemah.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat ekonomi Faisal Basri menyatakan, Indonesia menjadi importir makanan ringan mulai kuaci, kacang, dan air kelapa. Hal ini akibat industri petrokimia masih lemah.

Dia pun menyayangkan kondisi tersebut. Hal itu terjadi karena tiga makanan ringan tersebut bahan dasarnya juga ada di Indonesia.

"Kita ini impor dari Singapura, Malaysia dan Thailand, sampai kacang dan kuaci kita impor. Padahal di Singapura itu enggak ada kacang,"‎ kata Faisal, di Jakarta, Sabtu (17/3/2018).

Menurut Faisal, makanan ringan impor menjamur ‎dari negara tetangga disebabkan masih minim industri petrokimia di Indonesia. Industri tersebut menjadi induk industri lainnya, termasuk pengelolaan dan pembuatan kemasan makanan ringan tersebut.

"Petrokimia itu induknya, dia jadi pupuk, farmasi, plastik, pengelolaan makanan, jadi banyak," ucap Faisal.

Faisal melanjutkan, tidak ada integrasi antara industri petrokimia dan kilang migas sebagai penghasil bahan baku petrokimia juga menyebabkan minimnya industri petrokimia. Kondisi ini jauh berbeda dari negara tetangga yang mengintegrasikan kilang dan petrokimia sehingga industri turunannya bisa maju.

"Kuaci kita impor, penyebabnya apa, hulu petrokimia adalah kilang. Kilang kita kompleksitasnya kurang. Nafta (produk kilang) itu banyak, tapi dijual Pertamina ke luar negeri. Chandara Asri beli Nafta dari luar negeri karena industri petokimia yang sendiri tidak terintegrasi dengan kilang," ujar dia.

 

2 dari 2 halaman

Siam Cement dan Chandra Asri Bakal Bangun Pabrik Petrokimia Terbesar di RI

Sebelumnya, produsen semen asal Thailand, Siam Cement Group (SCM) akan melakukan ekspansi investasi ke Indonesia. Bersama dengan PT Chandra Asri, anak usaha PT Barito Pacific Tbk, perusahaan tersebut akan membangun pabrik petrokimia di Cilegon, Banten.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, nilai investasi dari pabrik tersebut mencapai US$ 5,5 miliar. Angka ini disebut sebagai salah satu investasi terbesar di sektor industri.

"‎Pasti yang akan ditanamkan sebesar US$ 5,5 miliar. Ini salah satu investasi paling besar," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 15 Maret 2018.

Menurut dia, pabrik tersebut akan memproduksi polypropylene, polyethylene dan naphtha cracker dengan kapasitas ‎sebesar 1 juta ton per tahun.

Keberadaan pabrik ini diharapkan bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor ketiga produk yang merupakan bahan baku industri tersebut. Selain itu, produk yang dihasilkan juga akan diekspor ke negara lain.

Airlangga menyatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendukung langkah investasi dari Siam Cement Group ini karena saat ini Indonesia memiliki ketergantungan impor petrokimia.

"Demand pabrik sejenis di Thailand itu kapasitasnya 5 juta ton, di Indonesia baru 1 juta ton dan impornya mendekati 1 juta ton. Di Malaysia pabrik sejenis kapasitasnya 3 juta ton dengan penduduk yang jauh lebih kecil dari kita. Oleh karena itu, kalau ini bisa ditingkatkan, maka downstream industri akan jalan," jelas dia.

Airlangga menjelaskan, Siam Cement Group dan Chandra Asri juga meminta pemerintah untuk memberikan sejumlah insentif, seperti tax holiday. Permintaan tersebut pun mendapatkan sambutan dari Presiden Jokowi yang menyatakan pemerintah akan mengeluarkan kebijakan insentif bagi industri pada akhir bulan ini.

"Aturan baru Pak Presiden menyampaikan mengenai single submission dan juga akan diselesaikan akhir bulan ini. Dengan demikian, investor tahu dengan cukup ke satu, ke BKPM dan seluruh urusan termasuk soal tax holiday akan segera dikeluarkan oleh Dirjen Pajak," ungkap dia.

Untuk pembangunan pabrik petrokimia tersebut saat ini SCG dan Chandra Asri tengah merancang desain pembangunan pabriknya. Diharapkan pada tahun ini sudah bisa dibangun sehingga pada 2022 sudah bisa mulai beroperasi.

"Jadi mereka lagi FEED (frond end engineering design) dengan Chandra Asih. Mereka confidence terhadap project ini. Mudah-mudahan ini bisa berproduksi di 2022, jadi ini akan menjadi pabrik petrochemical terbesar baik di Indonesia maupun di Thailand bagi investor SCG dengan Chandra Asri," tandas dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Â