Sukses

Kebijakan Penyaluran BBM Pemerintah Bikin Bingung Bos Pertamina

Pertamina perlu komitmen pemerintah dalam menjalankan kebijakan penyaluran BBM.

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengalami kebingungan atas kebijakan pemerintah, terkait penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan standar Euro 4. Pasalnya, ada kebijakan yang berbenturan.

Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik mengatakan, ‎Pertamina masih mendapat penugasan menyalurkan BBM kadar Research Octane Number (RON) 88 ‎dengan standar Euro 2.

Sementara di sisi lain Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menginstruksikan penyaluran BBM dengan standar EURO 4. Kondisi ini membuat Pertamina mengalami kebingunan.

"BBM penugasan Premium standar RON 88 Euro 2. Sementara Permen KLHK Euro 4, ini membingungkan kita melaksanakan tugas ini," kata Elia Massa saat rapat dengan Komisi VII DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (19/3/2018).

Elia Massa melanjutkan, kebingungan Pertamina bertambah pada pelaksanan perhelatan olahraga tingkat Asia, yakni Asian Games 2018. Ada ketentuan kota yang melaksanakan Asian Games yaitu Jakarta, Bandung dan Palembang harus menggunakan BBM Euro 4.

"Asian Games di kota Jakarta, Palembang, dan Bandung segera menetapkan Euro 4," tutur Massa.

Elia Massa pun menginginkan, pemerintah kompak dalam menetapkan peraturan terkait kuaitas BBM yang ditetapkan. Pasalnya, saat ini terjadi benturan dalam penetapan kualitas BBM.

"Pertamina ingin ada komitmen. Di satu sisi masih minta Premium, tapi di satu sisi lain mendorong Euro 4, tahun ini Asian Games. Sebaiknya sama-sama mengaturnya supaya ada satu kesamaan," ungkapnya.

Menurutnya, saat ini sebenarnya Pertamina sudah menyiapkan produk BBM dengan standar Euro 4 dan fasilitas pengolahan minyak mentah (kilang) program Langit Biru ‎Cilacap yang memproduksi BBM berkualitas Euro 4.

‎"Pertamina merespons keinginan pemerintah menggunakan BBM kualitas lebih tinggi, dengan kilang Langit Biru Cilacap," tandas Elia Massa. 

2 dari 2 halaman

Caplok PGN, Tugas Pertamina Makin Berat

Keputusan pemerintah menyatukan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) PGN dengan PT Pertamina (Persero) dinilai kurang tepat, sebab akan membebankan Pertamina.

Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengatakan, penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2016, tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Saham Pertamina, justru akan membuat beban Pertamina ‎semakin berat.

Faisal menuturkan, saat ini tugas Pertamina adalah meningkatkan produksi minyak dalam negeri, untuk mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM).‎ Saat ini, Indonesia mengalami ketergantungan impor BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Jadi tugas Pertamina itu sudah sangat berat di tengah tugas yang berat ditambah pekerjaan mengambil PGN," kata Faisal, dalam sebuah diskusi, di Jakarta pada 16 Maret 2018. 

Menurut Faisal, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ‎harus berubah paradigma, menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, bukan hanya sebagai sumber pendapatan negara.

"Apapun namanya BUMN punya misi khusus, kehadiranya mendorong kedepan ke belakang, yang harus berubah itu paradigma BUMN penghasil komoditi, menjadi sumber penghasil pendapatan negara pajak," papar dia.

Faisal Basri melanjutkan, BUMN tidak hanya dipandang sebagai perusahaan kelas dunia atau masuk dalam Fortune 500 saja. Lantaran  tujuan BUMN adalah untuk mendukung usaha pemerintah dalam mensejahterakan rakyat.

"Menjadikan Pertamina sebagai perusahaan kelas dunia dan masuk Fortune 500, itu tujuan yang semu, bukan tujuan dari keberadaan negara," kata dia.