Sukses

Rajin Isi SPT Pajak, Menteri PUPR Kaget Kena Denda Rp 80 Juta

Menteri PUPR berharap, pelaporan SPT pajak yang sudah diterapkan secara elektronik ini bisa lebih bersih dan transparan.

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggelar sosialisasi penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak secara elektronik kepada pegawai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Pada kesempatan ini, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono berbagi cerita jika dirinya sempat terkena denda pajak Rp 80 juta tanpa suatu alasan jelas. 

"Saya dua tahun yang lalu kena denda cukup besar, Rp 80 juta bayar. Padahal selama itu ya saya diisikan terus, saya tanda tangan-tanda tangan eh tiba-tiba kena denda," ungkapnya di Pendopo Sapta Taruna Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (20/3/2018).

Dia berharap, pelaporan SPT pajak yang sudah diterapkan secara elektronik ini bisa lebih bersih dan transparan. SPT ini dinilai sangat penting, karena kewajiban pajak akan turut dihitung dalam harta warisan orang tua kepada anak.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menyampaikan, inisiatif sosialisasi ini mulanya diajukan Kementerian PUPR. Selain itu, ia menyebutkan bahwa mereka merupakan pihak kementerian pertama yang disambangi DJP terkait penyampaian SPT.

"(Kementerian) PUPR yang meminta. Kami pikir ini kerja sama yang sangat konkret dan akan meningkatkan kepatuhan (pelaporan pajak)," tandas dia.

Dia menjelaskan, jumlah Wajib Pajak (WP) orang individu yang telah melaporkan SPT-nya sampai hari ini adalah sekitar 6,4 juta orang, meningkat 0,3 juta dari laporan sebelumnya, yakni sekitar 6,1 juta orang.

Lebih lanjut ia menyampaikan, DJP akan terus memantau progres pelaporan pajak penghasilan (PPh) orang individu hingga menyentuh tenggat akhir pada 31 Maret 2018 nanti.

Targetnya, jumlah WP tahun ini meningkat dibandingkan 2017. Jumlah WP individu yang telah melapor SPT pajak mencapai sekitar 12 juta orang, atau sekitar 73 persen dari total WP individu.

"Kita akan pantau terus sampai 31 maret. Target kami, WP yang melapor tahun ini 14 juta orang, atau 80 persen dari total wajib pajak orang individu. Semoga mereka bisa melakukan pengisian secepatnya, jangan menunggu sampai tenggat akhir nanti," pungkas Robert.

2 dari 2 halaman

14 Juta Wajib Pajak Ditargetkan Lapor SPT 2017

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menargetkan, sekitar 14,4 juta Wajib Pajak (WP) melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP) Tahun 2017. Target pelaporan SPT Pajak tersebut sampai akhir tahun 2018. 

 
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Robert Pakpahan mengungkapkan, jumlah WP OP yang wajib menyampaikan SPT pajak sekitar 18 juta WP. Dari jumlah itu, Ditjen Pajak menargetkan tingkat kepatuhan dari WP OP sebesar 80 persen.
 
 
"Yang wajib menyampaikan SPT kurang lebih 18 juta WP OP. Tahun ini kami harap 80 persen, jadi jatuhnya 14 jutaan WP OP (lapor SPT pajak)," kata dia di sela-sela acara Running Spectaxculer di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (18/3/2018). 
 
Jika dihitung 80 persen dari 18 juta WP OP yang wajib melaporkan SPT pajak, maka jumlahnya sebanyak 14,4 juta WP OP sampai akhir tahun ini. 
 
"Tingkat kepatuhan tahun ini meningkat dibanding tahun lalu yang realisasinya 73 persen dari WP OP yang lapor," ujarnya. 
 
Untuk saat ini, Robert menyebut, jumlah WP OP yang sudah melaporkan SPT pajak tahun 2017 sebanyak 6,1 juta SPT. Sebanyak 75 persen dari angka itu menggunakan e-Filing. 
 
"So far yang sudah masuk 6,1 juta SPT. Sebanyak 75 persennya e-Filing. Realisasi ini naik 30 persen dibanding tahun lalu," jelas mantan Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) itu. 
 
Lebih jauh Robert mengatakan, Ditjen Pajak harus mengejar target penerimaan pajak yang dipatok sebesar Rp 1.240 triliun sampai dengan akhir tahun ini. Oleh karenanya, dia mengharapkan kesadaran WP untuk melaporkan SPT dan membayar pajak. 
 
"Target kami Rp 1.240 triliun harus masuk ke negara. Rasio pajak belum tinggi masih sekitar 11 persen. Artinya, pemerintah Indonesia hanya mengambil sedikit atau 11 persen dari perekonomian, sisanya dikonsumsi swasta," kata Robert. 
Â