Sukses

Mulai 30 April, Bank BRI Pungut Biaya Isi Ulang Go-Pay Rp 1.000 per Transaksi

Bank BRI akan mengenakan biaya Rp 1.000 kepada nasabah untuk setiap transaksi isi ulang Go-Pay.

Liputan6.com, Jakarta - Perbankan akan memungut biaya atas transaksi isi uang elektronik di aplikasi Go-Jek atau yang dikenal dengan sebutan Go-Pay. Besarannya Rp 1.000 per transaksi. 

Direktur Bisnis Konsumer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BRI, Handayani menegaskan, akan mengenakan biaya Rp 1.000 kepada nasabah untuk setiap transaksi isi ulang Go-Pay. Pengenaan biaya tersebut berlaku pada 30 April 2018.

"Besarannya kan Rp 1.000, nanti kita mulai pada 30 April," kata Handayani saat ditemui di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa, (20/3/2018).

Dia mengatakan, ketetapan biaya tersebut berdasarkan permintaan dari pihak Go-Jek. Padahal, kata dia beberapa bank lainnya sudah punya ketetapan tarif yang berbeda. Hanya saja beberapa bank lainnya telah menyepakati besaran yang diminta oleh Go-jek.

"Masing-masing bank kan punya tarif yang berbeda-beda sehingga tentu ini merepotkan juga untuk customer. Sehingga kita di himbara dan beberapa bank lain berinisiatif bersama sama Go-Pay kita seragamkan saja akhirnya kita sepakat Rp 1.000," terang Handayani. 

Dia menyebut, biaya Rp 1.000 akan langsung didebit dari rekening pengguna Go-Pay. Nasabah akan menerima nominal saldo Go-Pay sesuai dengan nominal saat transaksi, tanpa dipotong biaya administrasi.

Selain BRI, lanjut dia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Central Asia (BCA), Bank Permata, Bank CIMB Niaga, dan Bank Tabungan Negara (BTN) juga akan mengenakan biaya yang sama terkait pengisian ulang Go-Pay.

Diketahui, PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Go-Jek) akan mengenakan biaya top-up sebesar Rp 1.000 per transaksi. Pengenaan ini disebut untuk mendukung sistem pembayaran Indonesia.

 

Reporter : Dwi Aditya Putra

Sumber : Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Dukung Go-Jek Segera Jadi Agen Pajak

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sudah menyetujui usulan pendiri Go-Jek, Nadiem Makarim, untuk menjadi agen pajak atau perpanjangan tangan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dalam melayani wajib pajak (WP).

Dengan langkah ini, registrasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maupun pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) secara elektronik dapat melalui aplikasi Go-Jek.

Hal ini diakui Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak, Iwan Djuniardi. "Bu Sri Mulyani sudah setuju. Bahkan beliau meng-endorse supaya Go-Jek cepat-cepat jadi agen sehingga bisa berkontribusi terhadap kepatuhan WP," kata Iwan saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Iwan menjelaskan, yang dimaksud dengan agen pajak dapat disebut perpanjangan tangan Ditjen Pajak di bidang layanan elektronik (e-service). Ia menambahkan, e-service ini diberikan Ditjen Pajak untuk pelayanan registrasi NPWP secara elektronik, pelaporan SPT secara elektronik, dan pembuatan e-bilingsecara elektronik.

"Di IT kami, kami buka agen-agen pajak sehingga e-service kami bisa digunakan bukan hanya Go-Jek, tapi juga penyedia layanan aplikasi (Application Service Provider/ASP) lain, silakan. Tapi ya ada assessment dulu dari kami, tidak langsung otomatis, karena ini bicara keamanan data dan kapabilitas mereka," tegas Iwan.

Dia menuturkan, Go-Jek meminta langsung ke Sri Mulyani untuk membantu Ditjen Pajak, yakni sebagai agen pajak. "Mereka meminta, dan memang kami buka pintu lebar siapa pun ASP bisa jadi agen pajak. Mereka mau bantu Ditjen Pajak dan mitranya yang belum punya NPWP, bisa bikin pakai aplikasi mereka," kata dia.

Iwan menambahkan, Go-Jek memiliki potensi besar untuk menjadi agen pajak. Sebab, mitra atau penjual yang dikelola dalam sistemnya sudah mencapai lebih dari 100 ribu, yang didominasi usaha kecil dan menengah (UKM).

"Go-Jek saya lihat bagus karena sudah ada Go-Food oleh UKM. Janji mereka mau koordinasi pengusaha kecil ini untuk bikin NPWP, lapor SPT dimudahin di aplikasi Go-Jek. Jadi kami bisa kontrol kepatuhan pajak WP," tutur dia.