Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memicu perang dagang dengan China. Ia menerapkan tarif sekitar USD 60 miliar atau sekitar Rp 827,34 triliun (asumsi kurs Rp 13.789 per dolar Amerika Serikat) bagi produk China.
Penerapan tersebut dinilai untuk pertama kalinya paling banyak. Donald Trump menandatangani memorandum eksekutif pada Kamis waktu setempat. Memorandum tersebut berisi tarif USD 60 miliar terhadap impor China.
“Ini adalah pertama dan banyak dari aksi perdagangan yang dilakukan,” ujar Trump saat menandatangani memo tersebut, seperti dikuti dari laman CNBC, Jumat (23/3/2018).
Advertisement
Baca Juga
Langkah Trump tersebut dirancang untuk menghukum China atas praktik perdagangannya. Pemerintahan AS di bawah Donald Trump menilai China mencuri kekayaan intelektual perusahaan-perusahaan AS. Trump menargetkan produk-produk tertentu di sektor teknologi dengan Tiongkok memiliki keunggulan atas AS.
Langkah baru ini mengikuti dari investigasi yang dilakukan Penasihat Trump di bidang perdagangan AS Robert Lighthnizer. Dinilai praktik perdagangan China berpotensi tidak adil kepada AS. Lightizer akan menerbitkan daftar produk China yang dikenakan tarif dalam 15 hari ke depan. Kemudian kembali ditinjau dalam 30 hari.
Lighthizer menuturkan, bagaimana pun China akan membalas terhadap tarif dengan menargetkan produk pertanian AS yang bergantung pada ekspor China. Pemerintahan AS sebelumnya isyaratkan tarif berlaku setidaknya USD 30 miliar dalam impor China.
Lighthizer mengatakan, produk-produk China yang akan dikenakan tarif baru antara lain barang aeronautika, rel, kendaraan energy baru dan produk berteknologi tinggi. Menurut sumber CNBC, Trump akan mempertimbangkan tindakan lebih lanjut terhadap China dalam dua minggu.
Sementara itu, Chairman House Ways and Means Committee dari partai Republik Kevin Brady menuturkan, presiden AS Donald Trump harus berhati-hati dari dampak pengenaan tarif baru ke barang-barang China.
Aksi proteksi dagang oleh AS memperburuk kekhawatiran pasar. Lantaran dapat memicu perang dagang global usai Trump memberlakukan tarif pada baja dan aluminium pada 8 Maret.
Perang Dagang Jadi Risiko Utama di Pasar Keuangan
Dalam laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia menyebutkan keputusan Donald Trump memungut tariff US$ 50 miliar dari impor China dapat meningkatkan ketegangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Trump juga menyebutkan kalau, itu baru permulaaan. Pelaku pasar pun bereaksi negatif terhadap langkah Trump. Bursa saham AS turun hampir tiga persen dalam semalam. Sedangkan aset safe haven cenderung positif. Ashmore menilai, risiko utama di pasar keuangan bukan lagi kebijakan bank sentral AS atau the Federal Reserve. Akan tetapi, scenario perang dagang.
China pun bereaksi terhadap langkah Trump. Mereka tidak takut perang dagang. China berencana menerapkan tarif terhadap 128 prduk AS. Keputusan dari Trump tersebut dapat di bawa ke WTO (World Trade Organization). Selain itu, China akan mengambil sejumlah langkah hadapi AS.
China juga diperkirakan mendepresiasi yuan dan menjual ratusan miliar surat utang AS. Akan tetapi, Ashmore melihat China tidak akan melakukan itu mengingat situasi China saat ini. Dampak dari tarif tersebut diperkirakan tidak terlalu buruk. Ekspor China dapat menjadi lebih rendah sehingga menekan pertumbuhan produk domestic bruto (PDB).
Sentimen ketegangan perang dagang ini pun akan berdampak ke IHSG. Apalagi pasar masih diliputi sentimen negatif dari rencana tarif tol baru. “Rata-rata perdagangan kini sekitar 15,8 kali. Ini dapat menguji nilai 15,04 kali yang terakhir diuji pada 2015,” tulis Ashmore.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement