Sukses

Tarif Turun, Operator Jalan Tol Dijamin Tetap Untung

Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, mengatakan pendapatan operator atau BUJT tidak akan tergerus meski tarif tol turun.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan penurunan tarif tol adalah sebuah strategi marketing yang baik. Syaratnya selama indikator tingkat efisiensi suatu investasi atau internal rate of return (IRR) bisa dijaga, jangan sampai turun.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menjelaskan, pemangkasan hitungan biaya per km tol itu tidak akan mengurangi pendapatan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).

"Pendapatan BUJT tidak akan berkurang, karena selama ini yang banyak masuk tol itu (kendaraan) golongan II dan III. Sementara yang berat-berat itu (angkutan logistik golongan IV dan V) jarang masuk," ucapnya di Kementerian PUPR, Jakarta, Jumat (23/3/2018).

Untuk semakin memperlancar skema pemotongan tarif tol tiap kilometernya, Kementerian PUPR akan menambah masa konsesi jalan tol, dari kisaran 35-40 tahun menjadi paling maksimum 50 tahun.

Selain tidak akan membuat minus pemasukan BUJT, Basuki mengatakan, penurunan tarif tol juga merupakan sebuah strategi marketing untuk meningkatkan jumlah angkutan logistik golongan IV dan V yang masuk ke jalan tol.

"Jadi ini marketing. Seperti 10 orang yang masuk dengan biaya Rp 10, Rp 100 total dapatnya. Itu sama kayak biaya diturunin jadi Rp 5, tapi bisa 20 orang yang masuk. Masuk Rp 100 juga," ucap Basuki Hadimuljono. 

2 dari 2 halaman

Jokowi Minta Tarif Tol Turun

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil sejumlah menteri dan operator jalan tol ke Istana pagi ini. Pemanggilan tersebut salah satunya terkait dengan tarif tol yang berlaku saat ini.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, Presiden Jokowi mempertanyakan soal mekanisme perhitungan tarif tol. Sebab, selama ini dirinya sering mendengar keluhan dari para pengguna tol jika tarif tersebut terlalu mahal.

‎"Beliau menanyakan tarif tolnya ini bagaimana cara menghitungnya, dia mendengar keluhan para pengemudi," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada 22 Maret 2018. 

Basuki menjelaskan, dalam 40 tahun terakhir, tarif dasar untuk menentukan tarif tol berbeda-beda. Seperti pada era 1980-2000, rata-rata tarif dasarnya sekitar Rp 212-Rp 416 per kilometer (km).

"Jadi ini tarif tol selama empat dekade mulai 1980 hingga 2000 ini kan ada ruas tolnya dari Jagorawi ke Palimanan-Kanci ini tarifnya Rp 212-R 416 per km. Ini di mana dulu, ini sekian. Sedangkan 2000-2010 ini seperti contohnya Ulujami dan Cipularang ini Rp 709 per km," kata dia.

Menurut dia, tarif tersebut kemudian terus meningkat. Untuk 2015 hingga yang akan dioperasikan pada tahun ini, rata-rata tarif dasarnya antara Rp 150-Rp 1.500 per km. Namun, tarif ini dinilai terlalu mahal.

"Pada tahun 2011 Surabaya-Mojokerto, Bogor, Bali ini Rp 900-Rp 1000 per km.‎ Untuk 2015 ini yang baru beroperasi hingga 2018 nanti ini Rp 750-Rp 1.500 per km. Ini yang disebut mahal," ungkap dia.

Basuki mengungkapkan, sebenarnya kenaikan tarif tol ini seiring dengan kenaikan inflasi. Selain itu, juga terkait dengan biaya konstruksi yang juga meningkat. ‎"Kalau lihat inflasi ini masih bisa dibilang wajar terlalu lihatnya dari mana. Ini karena untuk biaya kontruksinya ini pajak, bunga," ucap dia.