Liputan6.com, Jakarta - Skandal kebocoran puluhan juta data pengguna Facebook merupakan salah satu yang terbesar dan terparah yang pernah dialami media sosial saat ini.
Pengamat perdagangan internasional dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menjelaskan, secara global, skandal ini bakal menurunkan potensi keuntungan bisnis media sosial yang diprediksi sekitar USD 7 triliun di tahun 2020.
"Ini pertama kali industri media sosial terkena shock. Kalau bicara potensi secara global media sosial sampai 2020 itu mencapai USD 7 triliun, meski angka itu belum pasti tapi ada sesuatu yang menjanjikan di masa depan," ungkapnya di Gado-gado Boplo, Jakarta, Sabtu (24/3/2018).
Advertisement
Baca Juga
Skandal ini pun bakal memengaruhi persepsi masyarakat dalam penggunaan media sosial, khususnya Facebook sebagai operator media sosial terbesar. Hal ini tentu akan mengurangi potensi pendapatan tadi.
"Dengan ini tentu ada penyesuaian. Kalau kita lihat harga sahamnya Facebook sudah jatuh cukup dalam," tutur Fithra.
Meskipun demikian, kata Fithra, masih banyak model bisnis digital, internet of things yang dapat didorong kinerjanya ke depan, seperti e-commerce.
"Sebenarnya media sosial hanya satu komponen dalam perkembangan ekonomi digital. Kalau bicara ekonomi digital kita juga bicara e-commerce, internet of things yang potensi jauh lebih besar dibanding sosial media," jelas dia.
"Pada akhirnya (potensi bisnis media sosial media) kalah dari potensi internet of things di masa depan. Sehingga ada penyesuaian di sini akan ada peningkatan di masa depan," tandasnya.
Reporter:Â Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Â
Data Facebook Diobral?
Sebelumnya, beredar kabar yang mengungkap kalau data tersebut dijual ke seluruh dunia.
Informasi ini diungkap oleh Steve Bannon, mantan konsultan Donald Trump dalam periode kampanye pemilihan presiden (pilpres).
Sebanyak 50 juta data pengguna Facebook yang dimaksud, kata Bannon, selain diberikan untuk kampanye iklan dan kepentingan politik Amerika Serikat (AS), juga diobral ke banyak negara.
Namun, ia tidak mengingat berapa banyak soal "penambangan" data yang dilakukan. Bannon bahkan juga menolak ikut terlibat dalam skandal penyalahgunaan data tersebut.
Pria itu justru menyalahkan trik kotor yang dilakukan induk usaha Cambridge Analytica, SCL, yang ia sebut ada beberapa pihak yang terlibat dalam penjualan data ini.
"Yang pasti, data Facebook dijual di seluruh dunia," ujar Bannon, sebagaimana dikutip The Guardian, Jumat (23/3/2018).
"Saya tidak tahu-menahu soal ini, soal data atau penyalahgunaan," ucapnya.
Bannon cuma menjelaskan kalau dirinya serta Cambridge Analytica hanya digunakan untuk membantu kampanye Trump. Ia juga mengaku tak ingat soal data yang digunakan untuk propaganda pemilu untuk Trump.
Advertisement