Liputan6.com, Jakarta - ‎Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), yang tergabung dalam Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas), mengaku lebih tertarik menjual Bahan Bakar Minyak nonsubsidi ketimbang Premium.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Hiswana Migas DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten Juan Tarigan mengatakan, pengurangan penjualan Premium khususnya di Jakarta, Jawa Barat dan Banten mengacu pada jumlah konsumen BBM dengan kadar Research Octane Number (RON) 88 tersebut yang tinggal 16 persen.
Advertisement
Baca Juga
Juan melanjutkan, kondisi ini ‎didukung dengan semakin banyaknya varian Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dijual PT Pertamina (Persero), sementara tangki timbun yang ada di SPBU terbatas, sehingga pengusaha memutuskan untuk mengurangi tangki penyimpanan Premium.
"Jadi memang dengan banyaknya varian BBM dibanding jumlah tangki pendam yang ada, pengusaha diharuskan memilih menggunakan data yang ada konsumsi Premium hanya 16 persen," kata Juan, saat‎ berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Senin (26/3/2018).
Â
Selanjutnya
Juan mengungkapkan, pertimbangan lain pengusaha lebih memilih menjual BBM non subsidi ketimbang Premium adalah keuntunganya. Pengusaha memperolah Rp 180 per liter atas penjualan Premium, sedangkan BBM non subsidi Rp 277 per liter.
"Terkait dengan perolehan margin yang ada akhirnya memilih swiching dari Premium menjadi non subsidi," tuturnya.
Menurut Juan, Premium tidak wajib dijual di wilayah Jawa, Madura dan Bali (Jamali) karena bukan wilayah penugasan, hal ini mengacu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014‎ .
"Untuk di Jamali itu di luar penugasan, artinya tidak ada kewajiban jual Premium‎," ujar dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Advertisement