Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menginstruksikan penggunaan kartu kredit untuk belanja operasional maupun belanja perjalanan dinas kementerian dan lembaga (K/L). Tujuannya selain mengurangi penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara, juga meningkatkan keamanan dalam bertransaksi dan mencegah potensi fraud.Â
Kebijakan yang dilahirkan Sri Mulyani lagi-lagi dikritisi mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli. Pria yang dikenal dengan jurus Rajawali Kepret ini menyindir kebijakan tersebut karena dinilainya penggunaan kartu kredit pada belanja pemerintah justru akan menambah beban biaya. Sebab bunga kartu kredit, dikatakan Rizal, mencapai 30 persen.Â
Advertisement
Baca Juga
Rizal Ramli berpendapat tidak ada negara lain yang menerapkan penggunaan kartu kredit dalam transaksi kenegaraan. Jangan-jangan ada likuiditas missmatch. Bahkan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu meminta DPR untuk menegur Kemenkeu yang mengeluarkan kebijakan transaksi kartu kredit tersebut.Â
Menanggapi kritikan tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti menjelaskan penggunaan kartu kredit tersebut. Menurutnya, pemerintah menggunakan belanjanya untuk penyediaan layanan publik, pengadaan barang atau jasa publik, dan operasional pemerintahan. Ketentuan Undang-undang (UU) Keuangan Negara menyatakan bahwa pembayaran atas beban belanja negara, dilakukan setelah barang dan jasa diterima. Oleh karena itu, pembayaran harus bersifat langsung atau LS dari rekening kas negara ke rekening penerima.
"Misalnya gaji ke rekening pegawai (PNS), pembayaran atas kontrak pengadaan barang dan jasa ke rekening kontraktor atau pihak ketiga," ujar Nufransa dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (27/3/2018).Â
Saat ini, lanjutnya, terdapat lebih dari 80 persen pembayaran belanja pemerintah dilakukan dengan LS pembayaran yang lain. Diperkenankan pula berupa uang persediaan atau UP untuk pemenuhan kebutuhan operasional perkantoran di pemerintahan, contohnya pembelian alat tulis perkantoran, perjalanan dinas, dan konsumsi rapat. Pembayaran UP dilakukan kepada bendahara kantor atau satuan kerja, untuk kemudian digunakan dan diisi kembali.
"Penggunaan kartu kredit yang dicanangkan pemerintah digunakan hanya untuk pembayaran yang bersifat UP. Jadi, tidak semua uang belanja negara dibayar memakai kartu kredit. Apalagi untuk membayar proyek infrastruktur, yang pembayarannya bisa mencapai puluhan miliar rupiah. Tidak seperti itu," Nufransa menegaskan.
Hanya di Bawah Rp 50 Juta
Kartu kredit pemerintah, kata Nufransa, digunakan hanya untuk pembayaran yang nilainya di bawah Rp 50 juta per transaksi. Selain batasan tersebut, pembayaran hanya untuk keperluan sehari-hari perkantoran dan perjalanan dinas.
Siapa saja yang boleh menggunakan kartu kredit pemerintah?
Pada prinsipnya, dia menambahkan, kartu kredit pemerintah digunakan oleh dua kelompok, yaitu pegawai yang tugasnya berbelanja kebutuhan sehari-hari perkantoran (dalam pemerintahan disebut Pejabat Pengadaan); dan, pegawai yang melaksanakan pembayaran biaya perjalanan dinas, seperti pembayaran tiket atau hotel.
"Tidak sembarangan, pemegang kartu kredit harus ditetapkan oleh Kepala Kantor atau pejabat yang berwenang. Untuk menjaga integritas, pemegang kartu kredit juga harus menandatangani surat pernyataan untuk tidak menyalahgunakan kartu kredit, dan bila terjadi penyalahgunaan bersedia untuk dituntut ganti rugi," tegas Nufransa.Â
Pertanggungjawaban penggunaan kartu kredit dilakukan dengan mengumpulkan bukti transaksi, membebankan ke jenis pengeluaran, dan mencocokkan dengan rincian tagihan.
Advertisement
Dibayar Sebelum Jatuh Tempo
Untuk mencegah adanya biaya bunga atau denda, Nufransa bilang, tagihan kartu kredit dibayarkan sebelum jatuh tempo, tentu saja setelah dilakukan verifikasi rincian tagihan. Pembayaran tagihan dilakukan dengan cara over booking dari rekening bendahara ke rekening bank penerbit kartu.
"Tidak ada biaya transaksi sama sekali. Biaya iuran tahunan juga dibebaskan," ujarnya.
Saat ini sudah ada empat bank BUMNÂ yang menjadi penerbit kartu kredit, yaitu Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI dan Bank BTN. Kemenkeu bekerja sama dengan empat bank pelat merah tersebut.
Dengan kartu kredit ini, diakui Nufransa, belanja operasional menjadi lebih efisien, karena pemerintah dapat memperoleh barang dan jasa terlebih dahulu, melunasi kemudian, sehingga kegiatan dapat berjalan lebih cepat dan lancar. Petugas juga tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar dalam pembayaran kegiatan operasionalnya.
Selain itu, Kementerian Keuangan sebagai bendahara negara dapat mengurangi uang tunai yang beredar di bendahara atau pegawai-pegawai yang melaksanakan pengadaan atau perjalanan dinas. Pelaksanaan ini juga akuntabel, karena seluruh transaksi kartu kredit terekam secara elektronik, dan dapat diverifikasi antar kuitansi dan rincian tagihan.
"Hal ini mengurangi transaksi fiktif atau penggunaan kuitansi palsu. Pemerintah juga sudah meminimalkan risiko dari sisi penyalahgunaannya," terangnya.
Berapa Limit Kartu Kredit Pemerintah?
Mitigasinya adalah pertama, adanya pembatasan limit kartu kredit. Saat ini, kata Nufransa, limit kartu kredit untuk operasional sebesar Rp 50 juta dan untuk perjalanan dinas Rp 20 juta. Kedua, ditunjuk administrator kartu kredit yang tugasnya memantau transaksi pemegang kartu kredit pada setiap periode tagihan (dengan sistem yang disediakan bank penerbit).
"Apabila ditemukan ketidakwajaran, admin dapat meminta bank untuk memblokir kartu kredit," ucapnya.Â
Bagaimana pelaksanaannya?
Menurut Nufransa, penggunaan kartu kredit, pemerintah saat ini dalam masa uji coba. Sekretariat Negara, KPK, PPATK dan Kementerian Keuangan telah menggunakan sejak November 2017. Selanjutnya 81 satuan kerja dari 37 Kementerian dan Lembaga akan menyusul.
"Jadi semua aspek dan risiko sudah dipetakan agar penggunaannya lebih berhati-hati dan prudent. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan likuiditas missmatch," tegasnya.
Advertisement
Tepis Pernyataan Rizal Ramli
"Tidak benar pula pernyataan Rizal Ramli yang mengatakan bahwa tidak ada negara lain yang melakukan hal seperti ini," kata Nufransa.Â
Diakuinya, sudah banyak negara yang menggunakan kartu kredit untuk kegiatan perjalanan dinas dan pembayaran yang nilainya kecil, antara lain di Inggris, Amerika Serikat, Australia, Singapura, Korea Selatan dan Brunei Darussalam.
"Program ini semata-mata dilaksanakan agar mempermudah kegiatan operasional pemerintah. Seluruhnya pelaksanaannya diatur secara ketat oleh Kementerian Keuangan. Standarisasi prosedur dan pengamanan ditetapkan bersama perbankan. Uji coba terus dikuatkan untuk mendapatkan pola paling ideal," tandas Nufransa.Â