Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) menyatakan penetapan kebijakan harga batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) sangat membantu dalam menjaga tarif listrik di dalam negeri. Dengan kebijakan ini, perusahaan berkomitmen mendukung keinginan pemerintah untuk menjaga tarif listrik tidak naik hingga 2019.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, penetapan DMO ini bukan hanya memberikan kepastian soal suplai batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik, tetapi juga terkait dengan kepastian harganya.‎
Advertisement
Baca Juga
"Ini legacy pertama kali, ada DMO tidak hanya suplai produk, tapi juga security harga. Yang jelas harga itu bagi PLN sangat membantu dan semoga tarif listrik tidak naik, dan Insya Allah tidak naik," ujar dia di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Sarwono mengungkapkan, hingga saat ini batu bara merupakan bahan bakar utama dari pembangkit listrik yang beroperasi di Indonesia. Kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik diperkirakan mencapai 90 juta ton per tahun.
"Kalau batu bara begini, tahun ini saya kira 89 juta-90 juta ton. Berapa persen dari semua energi? Sekitar 55 persen," kata dia.‎
Selain itu, lanjut Sarwono, dengan adanya kebijakan DMO ini juga diyakini akan membuat keuangan perusahaan menjadi lebih baik. Namun juga berharap harga komoditas bahan bakar lain, seperti minyak mentah juga tetap stabil.
"P‎LN ini tidak bisa bicara detail lagi karena harga ini digerakkan faktor lain. Jadi usaha kami seoptimal mungkin kami lakukan efisiensi. Paling tidak, kami harus mengatakan terima kasih dengan harga batu bara yang dipatok maksimal US$ 70 sangat membantu," tandas dia.
Harga Dipatok US$ 70 per Ton, Pengusaha Batu Bara Tetap Untung?
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis penetapan harga batu bara khusus kelistrikan sebesar US$ 70 per ton‎ tidak akan mengganggu kegiatan operasi pertambangan batu bara.
Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengatakan, penetapan harga khusus untuk kelistrikan sebesar US$ 70 per ton, sudah berdasarkan pertimbangan keterjangkauan perusahaan pembangkit dan keuntungan‎ pengusaha batu bara.
"Pertimbangannya kepantasan saja, sesuai dengan kewajaran,"‎ kata Bambang di Kantor Direktorat Jenderal Minerba, Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Menurut Bambang, penetapan harga batu bara khusus kelistrikan di bawah Harga Batu bara Acuan (H‎BA) yang pada bulan ini sebesar US$ 101,86 per ton, tidak akan mengganggu kegiatan operasi pertambangan. Pasalnya, harga batubara yang ditetapkan masih di atas biaya produksi, sehingga pengusaha masih mendapat keuntungan.
‎"Enggak ada mengganggu eksplorasi. Ya enggaklah (tidak keekonomian)," ucapnya.
Bambang mengaku sebelum keputusan patokan harga batu bara khusus kelistrikan ditetapkan, pemerintah mendapat usulan dari dua belah pihak. Yaitu PT PLN (Persero) yang mengusulkan di bawah harga patokan dan pengusaha batu bara mengusulkan di atas harga patokan.
"PLN pasti minta lebih rendah, kita kewajaran saja, pengusaha minta harga batu bara khusus listrik US$ 85 per ton," tandasnya.
Advertisement