Sukses

Harga Batu Bara Listrik USD 70, Pendapatan Perusahaan Tambang Berpotensi Turun

Bos perusahaan tambang batu bara mengeluhkan penetapan harga batu bara khusus kelistrikan USD 70 per ton.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah manajemen perusahaan batu bara mengeluhkan penetapan harga batu bara khusus kelistrikan USD 70 per ton. Hal itu mengingat kebijakan tersebut berpotensi pada pengurangan pendapatan.

Keluhan tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapata Umum (RDU) dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/4/2018). 

Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Umum PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Joko Pramono mengatakan, penetapan kebijakan harga batu bara khusus kelistrikan sebesar USD 70 per ton, menciptakan selisih yang cukup jauh dengan harga batu bara di pasar. Oleh karena itu, pihaknya mengantisipasi risiko atas kebijakan tersebut dengan efisiensi.

"Kami juga sebetulnya telah melakukan perhitungan. Di mana dari sisi market tentunya terjadi gap. Ini yang kita lakukan mitigasi risiko," kata Joko. 

Sementara itu, Direktur PT Kaltim Prima Coal Eddie J Soebari ‎mengungkapkan, potensi kehilangan pendapatan perusahaan sebesar  Rp 2,5 triliun, atas kebijakan harga batu bara khusus kelistrikan. PT Kaltim Prima Coal memasok batu bara sebesar 12,7 juta ton ke PLN dari target produksi total  67 juta ton pada 2018. 

"Dengan membandingkan harga cuma USD 70 HBA, ada potensi kehilangan pendapatan sebesar kurang lebih Rp 2,5 triliun," ucap dia.

Selain itu, PT Arutmin Indonesia juga berpotensi hilang pendapatan sebesar Rp 920 miliar, akibat dari penetapan harga batu bara‎ khusus kelistrikan.

CEO Arutmin Indonesia Ido Hutabarat mengungkapkan, perusahaannya memasok batu bara untuk pembangkit listrik sebesar 7,4 juta ton pada 2018. Sedangkan target produksi mencapai 28 juta ton.

"Adapun, dampak penurunan revenue kami dengan penjualan ke PLN ditentukan di harga USD 70. HBA-nya, dibandingkan HBA pada April yaitu USD 94,75," ujar dia.

 

2 dari 2 halaman

Penetapan Harga Batu Bara Kelistrikan

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan akan menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM terkait batasan harga batu bara untuk kewajiban pasar domestik atau Domestic Market Obligation (DMO). Rencananya Kepmen tersebut diumumkan pada hari ini.

Jonan mengatakan, Kepmen tersebut merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara juga Peraturan Menteri (Permen) terkait hal yang sama.

‎"Jadi Presiden sudah merevisi PP 23/2010, revisi yang ke-5, menjadi PP 8/2018. Kira-kira mungkin dua hari lalu. Kemarin saya sudah tanda tangan Peraturan Menteri (Permen) untuk penyesuaikan dengan PP itu. Dari Permen itu ada turunan lagi, Kepmen. Mungkin besok (hari ini) akan diumumkan," ujar dia di Balikpapan, Kalimantan Timur, seperti ditulis Jumat, 9 Maret 2018.

Jonan menjelaskan, salah satu yang diatur dalam Kepmen tersebut yaitu soal batasan harga batu bara untuk menunjang kelistrikan nasional. Batasan harga tersebut yaitu maksimal USD 70 atau harga batu bara acuan (HBA), tergantung mana yang lebih rendah.

"Itu kita letakkan harganya tiap transaksi USD 70 atau HBA. Mana yang lebih rendah. Contoh misalnya HBA Februari itu USD 101, nah berarti transaksi untuk Februari dihitung USD 70. Kalau misalnya di kemudian hari HBA-nya US$ 60, kita pakai yang USD 60," jelas Ignasius Jonan.

Menurut dia, harga tersebut berlaku hanya bagi batu bara yang menjadi bahan bakar pembangkit listrik untuk kelistrikan nasional. Artinya jika PLN atau Independent Power Producer (IPP) menjual listrik ke negara lain, maka batasan harga tersebut tidak berlaku.

"Khusus untuk kelistrikan nasional, jadi yang dibeli oleh PLN baik yang untuk pembangkitnya PLN maupun IPP. Jadi kalau jual listrik ke Malaysia harganya beda," kata dia.

Aturan ini berlaku untuk masa transaksi batu bara mulai 1 Januari 2018-31 Desember 2019 dan berlaku surut‎. Setelah 31 Desember 2019, Kementerian ESDM akan kembali melakukan review untuk melihat batasan harga batu bara.

"Kita juga batasi, masanya 1 Januari 2018 sampai 31 Desember 2019. Berlaku surut per 1 Januari 2018. (Kontrak jual beli batu bara yang sudah berlangsung)‎ Ya disesuaikan. Betul (di-review lagi di akhir 2019)," tandas Ignasius Jonan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Â