Liputan6.com, Jakarta Politikus Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menilai pemerintah saat ini sudah sangat berhati-hati dalam berutang. Penggunaan anggaran negara pun jelas peruntukannya yang dibuktikan dengan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Berbicara soal utang negara, pemerintah sudah sangat hati-hati dan kita bisa menilainya dengan objektif. Bahkan dalam laporan keuangan negara di pemerintahan Jokowi mendapatkan predikat WTP, jadi clear,” ujar legislator yang duduk di Komisi XI DPR, Sabtu (7/4/2018).
Misbakhun menggelar acara bertitel “Ngopi Bareng, Kita Jokowi” demi menjelaskan berbagai kebijakan Presiden Ketujuh RI pada Jumat (6/4/2018) malam di Paradigma Cafe.
Advertisement
Selain itu, utang di era Presiden Jokowi dinilai sudah digunakan untuk kepentingan pembangunan. Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Coba dilihat, adakah di dunia ini negara yang tidak punya utang? Setelah itu, baru kita bicara lebih objektif tentang utang," dia menuturkan
Misbakhun mencontohkan China yang bisa keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Jurusnya adalah menggenjot pembangunan infrastruktur secara masif.
Indonesia pun masuk kategori negara dengan pendapatan menengah. Hanya saja untuk membiayai pembangunan tak bisa mengandalkan penerimaan negara saja, tapi juga menggunakan pembiayaan dari utang.
Misbakhun menegaskan, partai-partai politik yang mengkritik jumlah utang pemerintah sebenarnya sudah menyetujuinya melalui fraksi-fraksi mereka di DPR. "Oposisi jangan hipokrit karena mereka sudah setuju semua sewaktu anggaran dibahas oleh wakil-wakil mereka di DPR," katanya.
Tonton Video Ini:
Rizal Ramli Minta Pemerintah Waspadai Lonjakan Utang
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli meminta pemerintah untuk berhati-hati mengelola utang. Lantaran dengan posisi yang sudah tembus Rp 4.034 triliun, menjadi lampu kuning bagi pemerintah untuk mulai membenahi utang tersebut.
Rizal mengungkapkan, indikator jika masalah utang ini perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah yaitu soal keseimbangan primer (primary balance) yang negatif. Artinya, sebagian bunga utang dibayar bukan dari pendapatan, melainkan utang baru.
Dia menjelaskan, Debt Service Ratio (DSR) terhadap kinerja ekspor juga turut berkontribusi pada kurang produktifnya utang luar negeri Indonesia. DSR Indonesia kini sudah menyentuh 39 persen, sedangkan rasio pajak (tax ratio) baru sebesar 10,4 persen, lebih rendah dari sejumlah negara di ASEAN.
Baca Juga
"Tax ratio hanya 10 persen, karena pengelolaan fiskal tidak prudent," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (6/4/2018).
Indikator lainnya, lanjut dia, yaitu trade account, service account, dan current account yang juga menunjukkan indikator negatif. Serta masalah suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed Fund Rate yang membuat nilai tukar rupiah terus tertekan.
"Itulah salah alasan utama kenapa kurs rupiah terus anjlok," lanjut dia.
Oleh sebab itu, menurut Rizal Ramli, masalah utang pemerintah ini sudah tidak bisa lagi dikesampingkan. Pemerintah harus segera mencari cara untuk bisa menekan lonjakan utang tersebut. "Itu sudah lampu kuning. Sudah gali lubang tutup jurang," ujar dia.
Advertisement