Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyatakan, pemerintah masih terus membahas soal penambahan masa cuti libur Idul Fitri. Penambahan masa cuti ini diharapkan menurunkan kepadatan kendaraan saat mudik Lebaran.
Hanif menjelaskan, cuti tersebut akan berlaku secara nasional, yaitu untuk anak sekolah, pegawai swasta dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Oleh sebab itu, keputusan penambahan cuti ini akan dibahas oleh tiga menteri, yaitu dirinya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur.
Advertisement
Baca Juga
"Itu kan ada tiga, PANRB, Menteri Agama, Menaker. PANRB berarti untuk aparatur negara, menaker untuk yang swasta. Iya semua, (bersifat) nasional," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/4/2018).
Dia mengungkapkan, dengan penambahan cuti tersebut diharapkan pihak terkait seperti kepolisian da Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bisa lebih leluasa menyusun rekayasa lalu lintas saat musim mudik. Dengan demikian, akan berdampak pada penurunan kemacetan pada momen tersebut.
"Penambahan soal cuti bersamanya di mana, ini kan ada surat yang terkait dengan rekasaya lalu lintas jalan, lebih baiklah. Kalau misalnya cuti bersamanya dua hari sebelum lebaran, maka ada dua hari untuk rekayasa," kata dia.
Penetapan tambahan cuti Lebaran tersebut akan tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri. Nanti hal tersebut akan diumumkan jika telah ada keputusan yang diambil.
"(Berbentuk SKB) Iya. Ya pokoknya nanti hasilnya seperti apa kita kasih tahu," tandas dia.
Ditolak Pengusaha
Sebelumnya, pengusaha tidak setuju dengan rencana penambahan jumlah cuti bersama saat libur Idul Fitri 2018. Penambahan jumlah cuti tersebut dinilai tidak sejalan dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas di dalam negeri.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perindustrian, Johnny Darmawan mengatakan, jumlah hari kerja merupakan salah satu penentu peningkatan produktivitas sumber daya manusia (SDM). Jika jumlah hari kerja ini dikurangi dengan adanya penambahan cuti Idul Fitri, maka produktivitas justru akan menurun.
"Kita harus melihat, yang harus dicapai adalah produktivitas. Dan ini salah satu penentunya hari kerja," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Dia mengungkapkan, di negara lain yang memiliki produktivitas SDM-nya tinggi, jumlah hari liburnya dibatasi. Dengan demikian, lebih waktu yang digunakan untuk bekerja.
"Di negara mana pun, pada umumnya hari liburnya terbatas. Seperti Singapura dan Jepang, itu liburan pada momen tertentu saja. Kalau dalam negara dalam keadaan yang baik, jangan pakai peraturan yang fix seperti itu. Kalau kita lagi kena musibah, bolehlah," kata dia.
Selain itu, penambahan jumlah cuti ini juga akan mengganggu target perusahaan, terutama di industri pada karya. Jika kebijakan ini diberlakukan, maka pengusaha harus mengeluarkan biaya tambahan agar pekerjanya mau tetap bekerja guna mencapai target.
"Nanti cutinya makin banyak, ini pengusaha harus negosiasi dengn pekerja, dan bayarnya bisa berlipat-lipat. Ini tidak bagus secara efisiensi dan produktivitas. Jadi kalau kita mau memang tingkatkan produktivitas, saya tidak setuju," tandas dia.
Advertisement