Sukses

Pasok Premium, Kementerian ESDM Langgar Aturan soal Emisi Gas Buang?

Penyaluran Premium akan berjalan normal, sedangkan untuk pengurangan emisi karbon melalui penggunaan BBM berkualitas lebih baik akan dilakukan secara bertahap.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lebih mengedepankan kebutuhan masyarakat dibanding permasalahan lingkungan dalam mengatur penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium. Hal tersebut juga sudah tertuang dalam aturan yang jelas. 

Direktur Jenderal Minyak dan Gas bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, pemerintah wajib menjamin ketersediaan BBM sesuai Undang-Undang Migas.

"Dalam Undang-Undang Migas, memang pemerintah wajib menjamin ketersediaan BBM," kata Djoko, di Jakarta, Rabu (11/4/2018).

Oleh karena itu, Djoko melanjutkan, ada dua aturan yang saat ini menjadi dasar penyaluran BBM jenis Premium. Aturan pertama adalah UU Migas yang memandatkan kepada pemerintah untuk menjamin ketersediaan Premium. Aturan kedua adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai emisi gas buang. 

Dalam KLHK Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017, diatur mengenai Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.

Namun, Djoko memastikan, penyaluran Premium akan berjalan normal. Sedangkan untuk pengurangan emisi karbon melalui penggunaan BBM berkualitas lebih baik akan dilakukan secara bertahap. Alasannya, ketetapan UU lebih tinggi jika dibandingkan dengan peraturan menteri.

"UU Migas lebih tinggi dari Permen. Aturan dari KLH masih tetap berjalan, tetapi secara bertahap," ucap dia.

Saat ini harga BBM nonsubsidi semakin mahal karena naiknya harga minyak dunia. Kondisi ini membuat masyarakat yang sudah menggunakan BBM nonsubsidi kembali beralih ke Premium. Oleh karena itu, pemerintah akan menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan Premium.

"Ya gimana kalau harga minyak naik, maka mau enggak mau harga BBM juga naik. Sekarang paling murah Premium, maka masyarakat belinya Premium. Sekarang kami harus utamakan kepentingan masyarakat," ucapnya.

2 dari 2 halaman

Pertamina Beberkan Penyebab Sulitnya Pasok Premium

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mengungkapkan alasan yang menyebabkan masyarakat sulit mendapatkan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium. Pertamina membantah bahwa perusahaan membatasi penjualan Premium. 

Direktur Pemasaran Pertamina M Iskandar mengatakan, selisih harga Premium dengan Pertalite di bawah Rp 1.000 per liter saat produk Pertalite pertama kali diluncurkan. Dengan selisih tersebut, masyarakat banyak yang berbondong-bondong beralih ke Pertalite.

Namun, kenaikan harga minyak dunia sepanjang 2017 yang berlanjut ke 2018 memaksa Pertamina menaikkan harga Pertalite. Sepanjang Januari sampai Maret 2018, kenaikan harga Pertalite mencapai Rp 300 per liter.

Kenaikan harga Pertalite tersebut membuat harga Premium dengan Pertalite semakin jauh. Masyarakat pun beralih mengkonsumsi Premium kembali.

"Itu kembali ke aspek market, waktu harga rendah orang geser ke sana (Pertalite) semua, sehingga laku ke Pertalite semua. Tiba-tiba Premium ditahan (harganya) Pertalite naik. Akhirnya orang kembali ke Premium," kata Iskandar pada 10 April 2018.

Iskandar melanjutkan, saat konsumsi Premium naik, pasokan SPBU belum disesuaikan dengan realisasi konsumsi yang ada. Kondisi ini mengesankan Pertamina menjatah pasokan Premium.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: