Sukses

ADB: Teknologi Bakal Ciptakan Lapangan Kerja Baru

ADB menilai, meski ada sejumlah pekerjaan yang hilang akibat perkembang teknologi. Namun sisi lain ciptakan pekerjaan baru.

Liputan6.com, Jakarta - Laporan terbaru Asian Development Bank (ADB) menyatakan kemajuan teknologi telah mentransformasikan pasar tenaga kerja yang mencakup dua miliar pekerja di Asia. Hal tersebut membantu menciptakan 30 juta pekerjaan setiap tahun di berbagai industri dan layanan selama 25 tahun terakhir.

Selain itu, mendorong peningkatan produktivitas dan upah, serta mengurangi kemiskinan. Country Economist ADB, Emma Allen mengatakan, kemajuan teknologi memang akan menghilangkan beberapa lapangan pekerjaan. Namun, di sisi lain akan menciptakan lapangan kerja baru.

Laporan Asian Development Outlook (ADO) 2018, menunjukkan meskipun ada sejumlah pekerjaan yang akan hilang akibat otomasi, upaya penyeimbangnya akan mampu menghasilkan lebih dari sekadar kompensasi terhadap kehilangan pekerjaan tersebut.

"Teknologi akan meningkatkan produktivitas, banyak lapangan kerja yang akan terbuka karena teknologi. Hal ini karena teknologi baru sering menciptakan lapangan kerja yang lebih spesifik. Jadi teknologi itu akan menciptakan lapangan kerja baru," ujar dia di Kantor ADB Indonesia, The Plaza, Jakarta, Rabu (11/4/2018).

Riset ADB menunjukkan di tengah kemajuan berbagai bidang seperti robotika dan kecerdasan buatan, masih banyak alasan untuk optimistis akan prospek pekerjaan di kawasan ini.

Teknologi baru umumnya hanya mengotomatiskan sebagian tugas di suatu pekerjaan, bukan keseluruhan pekerjaan tersebut. Selain itu, otomasi pekerjaan hanya dapat dijalankan jika layak secara teknis maupun ekonomi. 

Satu hal yang penting adalah kenaikan permintaan sebagai hasil dari manfaat produktivitas yang dibawa teknologi baru, akan mengimbangi hilangnya pekerjaan akibat otomasi, dan berkontribusi bagi terciptanya profesi baru. 

Oleh karena itu, Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia, Winfried Wicklein mengatakan Pemerintah diharapkan dapat memastikan agar semua orang memperoleh manfaat dan teknologi baru tersebut.

Para pembuat kebijakan perlu mengambil langkah reformasi pendidikan yang mendorong kemauan belajar seumur hidup, mempertahankan fleksibilitas pasar tenaga kerja, memperkuat sistem perlindungan sosial, dan mengurangi ketimpangan pendapatan.

"Secara regional akan kehilangan pekerjaan (akibat kemajuan teknologi), tapi peningkatan permintaan di teknologi akan meningkatkan peluang kerja,” ujar dia.

“Pembuat kebijakan (Pemerintah) harus memastikan bahwa peningkatan teknologi dapat membuka lapangan kerja. Pembuat kebijakan harus memperbaiki pendidikan," tambah dia.

 

 

Reporter: Wilfridus S.

Sumber: Merdeka.com 

 

 

2 dari 2 halaman

ADB Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh 5,3 Persen

Sebelumnya, Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh 5,3 persen pada 2018 dan 2019. Proyeksi tersebut lebih rendah dibanding target pemerintah sebesar 5,4 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. 

Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia, Winfried Wicklein, mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi tersebut seiring naiknya laju investasi dan membaiknya konsumsi rumah tangga.

“Manajemen makroekonomi Indonesia yang kuat dan reformasi struktural telah mendorong momentum investasi," ungkapnya saat laporan Asian Development Outlook (ADO) di ADB Indonesia Office, The Plaza, Jakarta, Rabu 11 April 2018.

Jika mampu menjaga keberlanjutan upaya reformasi, menurut Wicklein, Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan lebih inklusif.

Lebih jauh katanya, hal yang mesti menjadi prioritas dari upaya tersebut di antaranya investasi infrastruktur, pengembangan pendidikan dan keterampilan, serta reformasi iklim investasi. ADO juga menggarisbawahi bahwa penguatan investasi telah meningkatkan mutu pertumbuhan, dengan pengeluaran modal yang lebih tinggi dari pemerintah membantu mengatasi kesenjangan infrastruktur.

Dari laporan ADO, laju investasi di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, didorong oleh sentimen bisnis yang positif dari reformasi struktural, bersama dengan percepatan sejumlah proyek strategis nasional. Inflasi tahun ini diperkirakan akan stabil, sebelum sedikit naik ke 4,0 persen pada 2019.

"Hal ini akan mendukung kepercayaan konsumen dan membantu mempertahankan pengeluaran rumah tangga dan pendapatan riil pada tahun ini dan tahun depan," ujar Wicklein. 

Untuk 2018, pertumbuhan ekspor diperkirakan akan melambat, sedangkan impor masih tetap kuat, ditopang oleh permintaan barang modal. Oleh karena itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan akan sedikit meningkat pada 2018 dan 2019.

"Secara eksternal, risiko terhadap proyeksi perekonomian lndonesia antara lain mencakup laju perkembangan kebijakan moneter di negara maju dan ketegangan perdagangan internasional," dia menerangkan. 

Dari sisi domestik, perekonomian lndonesia berpotensi menghadapi kekurangan pendapatan dan terlambatnya pengeluaran. 

Pada 2017, ekonomi Indonesia tumbuh 5,1 persen didorong oleh naiknya pertumbuhan ekspor, menguatnya investasi, dan konsumsi rumah tangga, yang didukung oleh inflasi yang rendah dan pertumbuhan lapangan kerja yang solid, termasuk kontribusi sekitar 1,5 juta pekerjaan baru dari sektor manufaktur. 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: