Sukses

Ini Syarat RI Keluar dari Jebakan Kelas Menengah

Saat ini, pendapatan per kapita Indonesia sebesar USD 3.900. Meski telah berada pada kategori menengah, tapi levelnya masih yang terbawah.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengah berupaya agar Indonesia bisa keluar dari perangkap pendapatan kelas menengah (middle income trap). Namun, agar bisa keluar dari perangkap ini, transaksi berjalan (current account) Indonesia harus suplus.
 
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Dody Budi Waluyo mengatakan, transaksi berjalan Indonesia masih defisit 1,7 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) pada 2017. Agar ini bisa mencapai surplus, pemerintah harus bekerja keras memperbaiki transaksi berjalan Indonesia.
 
"Untuk keluar dari middle income trap, negara tersebut current account-nya harus surplus. Ini yang sedang kita tuju," ujar dia di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (12/4/2018).
 
Menurut dia, saat ini, pendapatan per kapita Indonesia sebesar USD 3.900. Meski telah berada pada kategori menengah, namun levelnya masih yang terbawah.
 
"Income kita USD ‎3.900 per kapita, kita sekarang lower middle yang range USD 1.000-3.900 per kapita. Range USD ‎4.000-12 ribu per kapita untuk ke level tengah. ‎Banyak negara Gagal keluar dari USD 4.000," ungkap dia.
 
Jika ingin naik level menjadi negara berpendapatan tinggi, lanjut dia, maka pertumbuhan per kapita Indonesia harus mencapai rata-rata 5,42 persen per tahun.
 
Namun, sejak krisis ekonomi 1998, pertumbuhan per kapita Indonesia stagnan di kisaran 3,5 persen per tahun.
 
"Penyebab defisit karena masalah struktural isu policy yang belum diterapkan negara itu, sehingga negara itu selalu defisit. Setiap ekonomi negara itu tumbuh pesat pasti selalu diiringi dengan defisit, tapi apakah kita harus surplus? Tapi, seideal mungkin harus berupaya," tandas dia.
 
2 dari 2 halaman

Bank Dunia Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,3 Persen Tahun Ini

Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini mencapai 5,3 persen. Namun begitu, Indonesia diingatkan risiko terhadap stabilitas dan pertumbuhan berkelanjutan yang tetap perlu mendapat perhatian khusus bagi pemerintah.

"Kami tidak fokus pada pertumbuhan ekonomi berbasis kuartal namun fokus kami bagi Indonesia yaitu 5,3 persen pada 2018. Dan ini naik 0,2 persen dari 2017 yang pada posisi 5,1 persen. Hal ini akan sangat kuat bagi dunia investasi Indonesia," tutur Senior Economist World Bank untuk Indonesia Derek Chen, di Kantor World Bank, Jakarta (12/4/2018).

Selain itu, Chief Economist World Bank untuk East Asia dan Pacific Shudir Shetty menyebutkan bahwa perbaikan ekonomi nasional saat ini juga didorong pertumbuhan laju konsumsi yang terjadi.

"Thailand dan Indonesia kami prediksikan tumbuh baik dalam konsumsi," ujarnya.

Laporan Bank Dunia juga memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik akan tetap kuat dan mencapai 6,3 persen pada 2018.

Melihat fenomena ini, pihaknya menyampaikan pentingnya bagi pembuat kebijakan di kawasan untuk mengatasi tantangan yang muncul seperti kenaikan suku bunga di negara maju yang terbilang cepat, eskalasi perdagangan, serta penghambat fiskal yang lebih besar.

"Meskipun prospek pertumbuhan di kawasan positif, ada berbagai tantangan pembuat kebijakan dalam jangka pendek dan menengah," ujarnya.

"Untuk mengatasi tantangan tersebut, dibutuhkan langkah untuk meredam kemungkinan dampak pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat di negara maju, prospek pertumbuhan dalam ketidakpastian kebijakan, terutama terkait perdagangan global," kata dia.

Tonton Video Ini: