Sukses

Impor Bahan Baku Dibatasi Bisa Ganggu Industri Berorientasi Ekspor

Kemenperin menyatakan pembatasan impor bahan baku berpotensi mengganggu produk-produk yang berorientasi ekspor.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan pembatasan impor bahan baku berpotensi mengganggu produk-produk yang berorientasi ekspor. Kepastian pasokan bahan baku menjadi salah satu faktor penting bagi Indonesia di tengah persiapan revolusi industri keempat (Industri 4.0) yang mengandalkan proses otomatisasi dan standardisasi produk.

Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar mengatakan, keberadaan bahan baku menjadi salah satu persoalan industri di Indonesia. Namun, kebijakan mengenai bahan baku tidak hanya berada di Kemenperin, melainkan lintas kementerian atau lembaga.

“Tidak mungkin industri tidak ada bahan baku. Sekarang ada masalah bahan baku karena ada aturan-aturan kita yang menghambat,” ujar dia di Jakarta, Jumat (13/4/2018).

Menurut Haris, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini sedang berupaya menurunkan ego sektoral masing-masing kementerian atau lembaga. Salah satunya dengan cara memangkas berbagai peraturan yang menghambat investasi dan ekspor.

Contohnya soal tumpang tindih aturan terkait impor garam sebagai bahan baku industri akhirnya diselesaikan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.‎ Sebelum PP tersebut terbit, banyak pelaku industri yang menjerit karena stok bahan baku garam telah menipis.

"Salah satu persoalan kita adalah bahan baku, yang dimulai dari garam. Permasalahan ketersedian bahan baku ini terjadi karena adanya aturan-aturan yang menghambat, seharusnya ini yang kita dorong," kata dia.

Permasalahan lainnya menyasar bahan baku untuk Industri Hasil Tembakau (IHT). Kementeriaan Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan Permendag Nomor 84 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tembakau.

Padahal, pasokan tembakau di dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan industri sehingga untuk memenuhi kebutuhan industri harus dibuka keran impor. Adapun kebijakan ini berkaitan dengan Kemendag, Kementerian Pertanian (Kementan), Kemenperin, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

“Kalau bicara tentang industri bukan bicara tentang Kementerian Perindustrian, bicara soal Undang Undang Industri bukan bicara Undang-undang Kementerian Perindustrian, harus komprehensif. Tidak mungkin tidak ada bahan baku sesuai dengan kebutuhan industri tersebut. Kalau itu tidak ada, apa yang mau diproduksi," ungkap dia.

 

2 dari 2 halaman

5 Sektor Manufaktur

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan revolusi industri 4.0 dilakukan dengan dukungan insentif, termasuk mendorong investasi dan ekspor.

Strategi Indonesia memasuki masa ini adalah menyiapkan lima sektor manufaktur yang akan memperkuat fundamental struktur industri. Kelima sektor itu adalah industri makanan dan minuman, otomotif, elektronik, kimia, serta tekstil.

Darmin mengatakan pertumbuhan ekspor sangat penting karena negara lain mulai mendorong ekspor untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi seiring meningkatnya permintaan global.

"Revolusi industtri 4.0 itu pada dasarnya dukungan insentif ini lebih luas termasuk mendorong investasi dan ekspor. Syukur-syukur kalau investasinya terorientasi ekspor. Karena tadinya ekonomi dunia lambat dan pertumbuhan kita lumayan, karena hampir semua negara berorientasi ke dalam di mana lebih memanfaatkan dalam negeri. Dan mulai bergerak meningkat. Yang akan menang itu yang ekspornya lebih besar dibandingkan pertumbuhan ekonominya," tandas dia.