Sukses

Dampak Kenaikan Peringkat Utang RI buat Ekonomi

Lembaga pemeringkat internasional Moody's menaikkan peringkat utang Indonesia dapat menjadi positif karena dapat turunkan biaya pinjaman.

Liputan6.com, Jakarta - Langkah Lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi Baa2 dengan prospek positif dinilai akan menurunkan biaya utang pemerintah Indonesia dalam jangka pendek.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Joshua Pardede menuturkan, kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Moody’s akan berdampak positif untuk pembiayaan pinjaman pemerintah Indonesia. Kenaikan peringkat utang Indonesia dapat menurunkan credit default swap (CDS). CDS ini merupakan indikator fundamental dan patokan persepsi risiko berinvestasi.

“Berharap upgrade (peringkat utang Indonesia), CDS akan turun,” ujar Joshua saat dihubungi Liputan6.com Jumat (13/4/2018).

Selain itu, Joshua menuturkan, biaya utang pemerintah juga diharapkan lebih ringan. Ini mengingat imbal hasil obligasi pemerintah akan turun. Diharapkan imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun turun sekitar 10 basis poin-20 basis poin dalam jangka pendek.

Head of Sales and Marketing PT Ashmore Assets Management Indonesia, Steven Satya Yudha menuturkan, investor asing akan kembali meningkatkan alokasi investasi terutama pada pasar obligasi pemerintah. Ini lantaran risiko Indonesia di mata investor asing menjadi lebih kecil.

Di sisi lain, biaya utang pemerintah juga lebih rendah. Hal ini asal didukung inflasi terkendali dan sentimen kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Moody’s. “Imbal hasil seharusnya dapat stabil di level 6,5 persen dalam jangka pendek,” ujar Steven saat dihubungi Liputan6.com.

Selain itu, PT Ashmore Assets Management Indonesia menyebutkan, kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Moodys menempatkan Indonesia setara dengan India.

 

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Akan tetapi, Steven mengingatkan euforia kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Moodys menjadi terbatas. Hal itu mengingatkan ada potensi peningkatan defisit transaksi berjalan pada kuartal I 2018. Defisit neraca perdagangan kemungkinan besar akan tembus USD 1 miliar pada kuartal I 2018.

PT Ashmore Assets Management melihat kecuali ada pembalikan besar untuk neraca perdagangan. Defisit perdagangan dua persen pun dinilai sulit untuk dicapai. Apalagi ada kenaikan impor lebih besar karena kenaikan barang modal untuk investasi dan ada peningkatan subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sedangkan Joshua melihat, tantangan yang dihadapi Indonesia meski ada kenaikan peringkat utang  Indonesia yaitu arah kebijakan suku bunga oleh bank sentral. Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga sekitar 50 basis poin pada 2018. Hal tersebut juga akan diikuti negara berkembang. Joshua menuturkan, investor akan melihat seberapa cepat the Federal Reserve menaikkan suku bunga. Namun, Joshua memperkirakan, Bank Indonesia (BI) masih akan tetap pertahankan suku bunga acuan 4,25 persen.

Faktor eksternal lainnya seperti kondisi geopolitik dan perang dagang juga mempengaruhi kondisi pasar keuangan Indonesia. Dari dalam negeri, Joshua mengatakan, dampak kenaikan harga minyak dan subsidi energi menjadi sorotan oleh lembaga pemeringkat internasional. Ia menilai, kenaikan harga minyak dunia dapat positif untuk penerimaan negara. Pemerintah Indonesia sangat berhati-hati menjaga fiskal sehingga menjadi sentimen positif. "Kekhawatiran pelaku pasar tidak akan terbukti karena pemerintah juga sangat prudent di sektor fiskal," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: