Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan Indonesia tidak akan bangkrut meski utang pemerintah terus bertambah. Hal ini didukung kemampuan membayar utang dengan baik.
Per Februari 2018, utang  mencapai Rp 4.034,8 triliun dan diperkirakan terus bertambah. Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Kemenkeu, Brahmantio Isdijoso mengatakan, peningkatan utang tersebut tidak perlu dikhawatirkan. Dia juga membantah kekhawatiran Indonesia bisa bangkrut.
"Jadi bangkrut itu enggak mungkin. Itu jauh pandang dari api. Aman sekali," ujar dia saat ditemui, di Kompleks Universitas Indonesia, Depok, Jumat (13/4).
Advertisement
Baca Juga
Dia menuturkan, ciri-ciri kebangkrutan antara lain berkurangnya kepercayaan pemberi pinjaman terhadap Pemerintah.
"Bangkrut itu indikasi pertamanya enggak ada lagi orang yang mau memberikan pinjaman. Terus dianggap tidak kredibel," kata dia.
Indikasi ini dipatahkan dengan pemberian kenaikan peringkat Sovereign Credit Rating (SCR) Republik Indonesia dari Baa3/Outlook Positif menjadi Baa2/Outlook Stabil oleh Moody's Investor Service (Moody's) pada 13 April 2018.
"Moody's saja naikan rating. Iya. Jadi jauh sekali. Orang berpersepsi bangkrut itu membingungkan," tambah dia.
Selain, itu meskipun utang Pemerintah Indonesia meningkat, juga diimbangi dengan kemampuan untuk membayar yang masih baik.
"Kita enggak pernah nunggak. Tidak pernah menyalahi janji kontrak pinjaman," kata dia.
Â
Reporter: Wilfridus S.
Sumber: Merdeka.com
Â
Utang Tembus Rp 4.000 Triliun, Kemenkeu Minta Rakyat Jangan Khawatir
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta kepada masyarakat untuk tidak khawatir secara berlebihan terhadap utang pemerintah. Posisi utang pemerintah yang sudah mencapai Rp 4.000 triliun masih dalam batas aman sesuai amanat Undang-undang Keuangan Negara.Â
"Menurut saya enggak ada apa-apa, baik-baik saja. Mudah-mudahan masih dalam posisi aman karena dikelola dengan baik, prudent, dan hati-hati, serta digunakan untuk kebutuhan yang produktif," kata Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Suminto saat Diskusi Menakar Utang Jokowi di Kantor DPP Taruna Merah Putih, Jakarta, Kamis 12 April 2018.
Suminto menilai, masalah utang pemerintah saat ini tengah menjadi perdebatan sejumlah pihak karena dinilai jumlahnya tergolong besar. Hingga akhir Februari 2018, posisi utang pemerintah mencapai Rp 4.034 triliun.
Pemerintah, sambungnya, terus melakukan penyesuaian dan pengelolaan utang sehingga mampu menjaga agar utang pemerintah khususnya tetap aman. Tentunya untuk mencapai tujuan pembangunan dan terus menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap sehat, kredibel, dan berkelanjutan (sustainable).
"Di antara itu kita membatasi bahwa setiap tahun defisit APBN tidak boleh lebih dari 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)," kata Suminto.
Selain itu, dia menjelaskan, pemerintah telah membatasi utang. Artinya rasio utang pemerintah terhadap PDB tidak boleh lebih dari 60 persen. Sementara bila dilihat dari data 2010 sampai 2017, rasio utang pemerintah masih di bawah dari angka 60 persen.
"Tadi aturan fiskalnya, total utang pemerintah tidak boleh lebih 60 persen (dari PDB). Kita lihat dari 2010-2017, masih jauh dari 60 persen. Di 2010, rasio utang 30 persen. Paling rendah 23 persen di 2012. Naik kembali pada 2017 sebesar 29,2 persen dari PDB. Kenaikan itu terjadi, tapi masih jauh sekali dari 60 persen sehingga masih sehat dan masih aman," tegasnya.Â
Dia pun mengungkapkan, alasan pemerintah dalam berutang. Menurutnya, selama itu digunakan untuk kegiatan produktif, tidak perlu dipermasalahkan.
"Utang tidak masalah asal produktif dan dampaknya dinikmati yang akan mendatang. Harus tetap diukur dari kemampuannya, dari penghasilannya, dan lainnya. Mudah-mudahan pemerintah mengelola utang dengan prudent dalam kapasitas kita untuk membayar kembali," tukas dia.Â
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Advertisement