Liputan6.com, New York - Chief Executive Officer (CEO) WPP, perusahaan biro iklan terbesar di dunia, Martin Sorrell memutuskan berhenti dari perseroandi tengah penyelidikan dugaan “pelanggaran pribadi”. Ia sudah berkarier tiga dekade di WPP.
Sorrell mengumumkan hal tersebut dalam sebuah surat kepada karyawan WPP pada Sabtu 14 April 2018. "Ketika saya melihat ke depan, saya melihat kalau gangguan saat ini yang dialami menempatkan terlalu banyak tekanan yang tidak perlu pada bisnis,” ujar dia, seperti dikutip dari laman CNN Money, Senin (16/4/2018).
Sorrell mengatakan, pihaknya mengundurkan diri demi kepentingan karyawan, klien, pemilik saham baik besar dan kecil. “Demi semua pemangku kepentingan kami yang lain, yang terbaik bagi saya adalah mundur,” kata dia.
Advertisement
Baca Juga
Pada pekan lalu, WPP meyatakan, dewan perusahaan telah menyewa penasihat independen untuk menyelidiki dugaan pelanggaran oleh Sorrell.
Perseroan menyatakan, kalau tuduhan itu tidak melibatkan jumlah yang material bagi WPP. The Wall Street Journal melaporkan, kalau penyelidikan itu menargetkan apakah Sorrell “menyalahgunakan aset perusahaan”.
Sorrell mengatakan, pihaknya menyangkal melakukan tindakan yang tidak pantas. Adapun surat yang diumumkan tersebut secara tidak langsung akan pengaruhi tuduhan dan investigasi. Mengutip laman CNN Money, WPP tidak segera membalas permintaan untuk komentar.
Sorrell mengundurkan diri dari WPP terjadi di saat sulit bagi perusahaan. Pada Maret, WPP menyatakan pendapatan tahunan dan prospek 2018 yang mendorong saham WPP jatuh. Saham WPP turun lebih dari 20 persen selama setahun.
Perusahaan memiliki 400 agen termasuk Ogilvy dan Mathers mengatakan, penjualan akan stagnan pada 2018. Pertumbuhan laba bisa turun sekitar lima persen.
Pengeluarkan iklan oleh klien terbesar WPP yang mencakup Ford, HSBC, Unilever dan Procter dan Gamble berada di bawah rata-rata tahun lalu dan diperkirakan tidak akan membaik.
Selain itu, industri periklanan sedang diguncang pergeseran iklan tv digital dan iklan cetak ke online. Iklan online lebih murah untuk diproduksi dan mudah bagi perusahaan untuk dibuat tanpa biro iklan. Adapun posisi Sorrell kemungkinan diganti antara Mark Read dan Andrew Scott yang sudah berkarier sekitar dua dekade dengan WPP.
Saham WPP pun turun lima persen pada awal perdagangan saham Senin pekan ini.
Diselidiki Perusahaan
Sebelumnya, Chief Executive Officer (CEO) WPP yang merupakan agensi iklan terbesar di dunia, Martin Sorrell sedang diselidiki atas klaim pelanggaran pribadi. Oleh karena itu, penyelidikan terhadap dirinya membuat posisi Sorrell tidak aman sebagai CEO.
Pekan lalu, WPP memberikan kejutan kepada industri lantaran sedang menyelidiki dugaan pelanggaran oleh Sorrell. Dewan komisaris bahkan menyewa pengacara untuk menyelidiki Sorrell atas “penyalahgunaan aset perusahaan”. WPP mengatakan, kalau tuduhan tidak melibatkan jumlah material untuk WPP.
Mengutip laman Reuters, Sabtu 14 April 2018, berdasarkan sumber Reuters, penyelidikan oleh pengacara tersebut kemungkinan diketahui hasilnya pada pekan ini. Namun sumber lainnya mempertanyakan apakah bisnis akan berjalan seperti biasa ketika CEO dibebaskan.
Sementara itu, dalam sebuah pernyataan, Sorrell menolak tuduhan penggunaan keuangan tidak tepat dengan tanpa syarat.
“Sebagai pemilik saham yang signifikan, komitmen saya kepada perusahaan, yang saya dirikan lebih dari 30 tahun lalu tetap absolute. Kepada orang-orang kami, pemegang saham, dan semua pemangku kepentingan kami,” ujar Sorrell seperti dikutip dari laman CNN Money.
Sorrell merupakan CEO yang menduduki posisi paling lama. Ini terutama di antara perusahaan masuk indeks FTSE 100 yang berisi saham-saham unggulan di bursa saham Inggris. Sorrell membuat WPP menjadi grup agensi iklan terbesar di dunia selama ia menjabat tiga dekade.
Tak hanya itu, Sorrell juga merupakan bos yang memiliki penghasilan paling tinggi di Inggris. Pada masanya, grup WPP telah berkembang memiliki biro-biro kreatif ternama termasuk J Walter Thompson dan Young and Rubicam, serta perencana media, riset pasar dan grup hubungan masyarakat seperti Finsbury.
WPP hadir di 112 negara dan mempekerjakan lebih dari 200 ribu orang. WPP memberikan layanan kepada klien termasuk Ford, Unilever, P&G dan serangkaian perusahaan besar.
WPP bahkan mampu mengungguli perusahaan sejenis antara lain Omnicom, Publicis, dan IPG usai krisis keuangan. Akan tetapi, perusahaan kini hadapi tantangan dalam 18 bulan terakhir. Ini lantaran penurunan belanja konsumen dari beberapa klien terbesarnya.
Hal itu berdampak terhadap harga saham WPP. Saham WPP turun sekitar 30 persen pada 2018. Meningkatnya migrasi iklan ke platform online menambah tantangan industri.
Selain itu, ketidakpastian tentang masa depan Sorrell juga membuat spekulasi baru mengenai siapa yang akan menggantikan Sorrell jika dia lengser dari posisi CEO. Kemudian pertanyaan timbul mengenai masa depan WPP.
Analis berspekulasi kalau WPP dapat menjual data manajemen yang menyediakan riset pasar kepada klien. Analis Liberum memperkirakan aset sekitar 3,6 miliar pound sterling (USD 5 miliar atau Rp 6878 triliun dengan asumsi kurs Rp 13.756 per dolar Amerika Serikat) dibandingkan valuasi pasar WPP sekitar 14,6 miliar pound sterling.
Sebelumnya manajemen WPP mengatakan data manajemen masih catat tingkat pertumbuhan rendah. Akan tetapi , itu menarik bagi klien yang ingin melihat dampak pengeluaran perseroan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement