Sukses

BI: Transaksi Tunai Dibatasi Rp 100 Juta Jangan Sampai Ganggu Ekonomi RI

BI meminta PPATK agar rencana pembatasan transaksi tunai maksimal Rp 100 juta tidak mengganggu kegiatan ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) meminta sejumlah transaksi mendapat ‎pengecualian atas aturan pembatasan transaksi uang kartal (PTUK). Pembatasan tersebut kini tengah digodok dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) PTUK.

‎Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto mengatakan, pada dasarnya BI mendukung penuh adanya pembatasan ini. Namun aturan ini jangan sampai mengganggu jalannya kegiatan ekonomi masyarakat.‎

"Kita mendukung atas UU ini. Tapi yang kita inginkan jangan sampai pelaksanaan UU ini mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Kita mesti bersama kawal ini," ujar dia di Kantor PPATK, Jakarta, Senin (17/4/2018).

Contoh sederhana, lanjut dia, transaksi jual beli sapi di daerah yang nilainya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Jika transaksi seperti ini tidak mendapatkan pengecualian dari pembatasan transaksi tunai maksimal Rp 100 juta, maka akan sangat mengganggu kegiatan ekonomi masyarakat.

"Misalnya pedagang sapi, itu satu sapi bisa seharga Rp 10 juta. Satu truk itu bisa 17 sapi-20 sapi. Itu bisa jadinya Rp 200 juta. Kalau di Brebes, pengepul itu bayaran hasil-hasil petani. Yang kayak gitu jangan sampai terkena," kata dia.

Oleh sebab itu, kata Erwin, perlu adanya kejelasan terkait pengecualian tersebut. Selain itu, juga diperlukan aturan turunan untuk memberikan kepastian dari pengecualian ini.

"Kalau itu untuk transaksi ilegal kita sependapat sekali (setuju).‎ Makanya akan diturunkan lagi dengan peraturan pelaksanaan, itu yang musti kita smoothing. Dan itu harus ada underlying kegiatan ekonomi yang riil," tandas dia.

2 dari 2 halaman

PPATK Akan Batasi Transaksi Tunai Maksimal Rp 100 Juta

Pusat Pelaporan dan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) akan membuat batasan nominal transaksi tunai atau pembayaran langsung dengan uang kartal, yakni sebesar Rp 100 juta.

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, pembatasan angka transaksi tunai dilakukan agar mereka bisa lebih mudah dalam melacak transaksi keuangan yang mencurigakan jelang Pilkada 2018.

"Tentu dengan adanya pembatasan transaksi tunai, itu dengan sendirinya akan memudahkan aparat penegak hukum, PPATK dan lembaga pengawasan lain, untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) maupun TPPT (Tindak Pidana Pendanaan Terorisme)," tuturnya di Highland Park Resort, Bogor, pada 28 Maret 2018. 

Dengan adanya batasan jumlah transaksi Rp 100 juta, ia menyatakan, itu akan mempermudah PPATK memvonis adanya pelanggaran pidana dalam melakukan transaksi tunai.

Dari sisi regulasi, dia menyampaikan, saat ini sedang disusun Rancangan Undang-Undang (RUU) soal pembatasan transaksi tunai ini.

"Sebetulnya itu masuk dalam Prolegnas (program legislasi nasional) kita. Itu sudah selesai dan akan disampaikan kepada DPR," ujar Kiagus.

Dia berharap, RUU tersebut dapat selesai secepatnya. Ditargetkan, pada akhir 2018 ini kebijakan tersebut sudah bisa keluar.

"Kita berdoa (RUU pembatasan dana transaksi tunai) tahun ini selesai. Tentu dengan dukungan untuk memberikan semangat terhadap pihak terkait agar menyelesaikan itu," tandasnya.