Liputan6.com, Jakarta - Satgas Pemberantasan Illegal Fishing atau disebut Satgas 115 yang terdiri dari unsur TNI AL, Polri, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap kapal ikan STS-50 di sisi Tenggara Pulau Weh pada 6 April 2018, pukul 17:30. Dari operasi penangkapan ini, ditemukan 20 orang Anak Buah Kapal (ABK) berkebangsaan Indonesia.
Salah satu ABK kapal STS-50, Mashuri mengaku berangkat dari tempat asalnya Cirebon, Jawa Barat dengan harapan meraup pendapatan yang lebih baik. Oleh agen penyalur, dia dan 19 rekan yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan diiming-imingi upah sebesar US$ 350 sampai US$ 380 per bulan sesuai dengan pengalaman.
Baca Juga
Jika dihitung dengan asumsi kurs rupiah saat ini di kisaran 13.700 per dolar AS, maka pendapatan tersebut sekitar Rp 4,8 juta sampai Rp 5,2 juta per bulan. Sayangnya, setelah berada di atas kapal, upah yang diterima tidak sesuai perjanjian. Dia dan rekan-rekannya hanya mendapatkan upah yang jumlahnya jauh lebih kecil.
Advertisement
"Sekitar Rp 4 jutaan (upah yang dijanjikan). (Kenyataannya) ada yang terima Rp 3,5 juta, ada yang Rp 3,4 juta. Tidak sesuai. Kalau di PT (agen penyalur) lain kan ada yang US$ 400, sampai US$ 500," jelas dia saat berbincang dengan Merdeka.com di Kementerian KKP, Jakarta, Rabu (18/4/2018).
Tak hanya ingkar janji soal jumlah uang yang diterima per bulan, gaji para Anak Buah Kapalselama dua bulan pertama ditahan sebagai jaminan penyelesaian kontrak. "Kita ngomong (soal upah yang tak sesuai perjanjian). Cuma gimana lagi," katanya.
Dia mengisahkan perlakuan di atas kapal cukup baik. Pembagian kerja dilakukan secara merata di antara ABK. Total ada 30 ABK di kapal STS-50, yang terdiri dari 20 ABK Indonesia, 8 orang ABK berkebangsaan Rusia, 2 orang ABK asal Ukraina.
"Enggak ada masalah, aman. Enggak disiksa. Cuma pembagian saja. Kalau orang Indonesia kan sedikit dibedakan. Kalau orang Rusia itu makannya lebih enak. Pembagian waktu kerja sama," jelas Mashuri.
Reporter : Wilfridus Setu Embu
Sumber : Merdeka.com
Cerita Selanjutnya
Ke-20 ABK asal Indonesia diberangkatkan oleh agen penyalur, PT GSJ dalam tiga kelompok. Kelompok pertama, diberangkatkan ke Vietnam 25 Mei 2017 sebanyak 4 orang. Kelompok kedua, berjumlah 10 orang, juga diberangkatkan ke Vietnam pada 10 Agustus 2017.
Kelompok ketiga, berjumlah 6 orang, diberangkatkan ke Tiongkok pada 12 Desember 2017. Mashuri berada di kelompok terakhir ini. Rekan lainnya, Agus mengatakan mereka semua bakal berangkat mencari ikan di Atlantik.
"Saya kelompok yang ketiga. Cuma 4 bulan di atas kapal. Naiknya di Beijing, lalu perjalanan ke Atlantik," ujarnya.
Mencari hidup di atas kapal penangkap ikan transnasional semacam STS-50, membawa pria 26 tahun dan sudah berkeluarga ini melanglang buana ke berbagai laut dan teritori. Sebelum akhirnya tertangkap.
"Mampir ke Malaysia untuk ambil jaring, berangkat lagi mau ke Atlantik. Di tengah jalan kapal rusak. Kita lempar jangkar dekat Madagaskar. Di situ kira-kira 1 bulan. Terus jalan lagi. Pas ketangkap itu, kita dalam perjalanan ke Singapura. Untuk ambil bahan bakar. Langsung ke Korea. Lanjut kayak gitu. Dari Korea ke mana, tidak tahu," ujarnya.
Bekerja di kapal ilegal dan pengalaman terjaring operasi Satgas 151 memang bukan pengalaman yang menyenangkan apalagi membanggakan bagi Mashuri. Dua mengaku akan pikir-pikir lagi untuk terjun kembali manjadi ABK.
"Masih belum ada rencana karena masih trauma, lihat saja ke depan bagaimana. Saya akan pilih agen yang baik, jelas dan resmi. Tidak seperti yang ini. Semoga bisa agen yang lebih baik. Jangan seperti saya. Ceroboh," tutup Mashuri.
Advertisement