Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) akan mengikuti kebijakan pemerintah dalam penetapan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi, seperti Pertamax, Pertalite, dan lainnya yang harus mendapat persetujuan pemerintah.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, Pertamina akan patuh terhadap kebijakan pemerintah. Tentunya dengan melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan dalam pene‎tapan harga BBM non-subsidi yang harus lapor pemerintah.
Advertisement
Baca Juga
"Kita mengikuti saja ketentuan pemerintah seperti apa," kata Nicke di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, Jumat (20/4/2018).
Menurut Nicke, pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) memiliki otoritas dalam menetapkan kebijakan terkait de‎ngan harga BBM non-subsidi. Sebab itu, Pertamina menyerahkan seluruh mekanismenya ke pemerintah.
"Otoritas Kementerian ESDM kita ikuti saja. Kita ikuti saja pemerintah," ucapnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan sebelumnya menerbitkan aturan tentang perhitungan harga jual bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi atau umum.
Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Susyanto mengatakan, peraturan baru tersebut menyatakan penetapan harga BBM non-subsidi di luar avtur dan industri harus mendapatkan persetujuan pemerintah.
Selain itu, penetapan batas bawah keuntungan yang sebelumnya 5 persen juga dihapuskan, sehingga hanya ada batas atas 10 persen dari harga dasar.
"Bahwa untuk BBM umum tetap ditentukan harga BBM-nya oleh perusahaan, tapi setelah mendapatkan persetujuan pemerintah. Batas bawahnya 5 persen dihapus tapi atasnya tetap 10 persen," kata Susyanto.
Â
Selanjutnya
Kebijakan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2018 tentang Perubahan Keempat atas Permen ESDM Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Dalam aturan ini, perhitungan harga jual eceran jenis BBM non-subsidi atau umum di titik serah untuk setiap liter ditetapkan oleh badan usaha dengan harga tertinggi ditentukan berdasarkan harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dengan marjin paling tinggi 10 persen dari harga dasar. Hal tersebut merupakan bunyi Pasal 4 ayat 1.
Selanjutnya dalam ayat 2, besaran PBBKB sesuai dengan peraturan daerah provinsi setempat.
Dalam Pasal 4 ayat 3 dinyatakan, penetapan atau perubahan harga jual eceran jenis BBM Umum, yang disalurkan sendiri oleh badan usaha pemegang izin niaga minyak dan gas bumi atau penyalur BBM yang melalui stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) atau stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) ditetapkan oleh badan usaha setelah mendapatkan persetujuan Menteri ESDM.
Dalam Pasal 4 ayat 4, Menteri ESDM dapat memberikan persetujuan harga jual eceran jenis BBM Umum sebagaimana dimaksud pada 3, di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dengan mempertimbangkan situasi perekonomian, kemampuan daya beli masyarakat dan/atau ekonomi riil dan sosial masyarakat.
Advertisement