Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) berhasil mengangkat potongan terakhir pipa yang patah dan menimbulkan tumpahan minyak di Perairan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Total panjang pipa yang diangkat mencapai 49 meter.
Region Manager Communication and CSR Kalimantan Yudi Nugraha mengatakan, setelah Pertamina mengangkat dua potongan pipa yang putus diduga akibat faktor eksternal, pengangkatan potongan pipa ketiga terakhir berjalan cukup lancar. Meski, pengangkatan itu sempat tertunda karena faktor cuaca dan teknis.
Pipa pertama dengan cutting point E3 (line E1-E3) memiliki ukuran 7 meter dengan berat 3,5 ton berhasil diangkat pada Kamis (19/4/2018) pukul 16.05 Wita. Pada Jumat (20/4/2018) pukul 09.30 Wita, pipa kedua dengan cutting point B3 (line D-B3) memiliki ukuran 18 meter dengan berat 9 ton berhasil diangkat.
Advertisement
Baca Juga
Kemudian terakhir pipa ketiga 24 meter dengan berat 12 ton terakhir berada di cutting point A3 (line B3-A3) terangkat pada Minggu (21/4/2018) sekitar pukul 18.00 Wita.
"Pihak Pertamina telah berupaya membantu pihak kepolisian untuk melakukan investigasi, salah satunya melakukan pengangkatan pipa dan menyediakan lokasi pemeriksaan pipa di darat," kata Yudi, di Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Yudi mengungkapkan, pipa Pertamina yang putus memiliki ketebalan pipa 12.7 mm, terbuat dari bahan pipa carbon steel pipe API 5L Grade X42. Kekuatan pipa terhadap tekanan diukur dari safe Maximum Allowable Operating Pressure (MAOP), 1061.42 Psig, sementara, operating pressure yang terjadi pada pipa hanya mencapai 170.67 Psig.
Kondisi terakhir pipa sangat baik dan diinspeksi secara berkala. Terakhir kali visual inspection tanggal 10 Desember 2017 oleh diver untuk cek kondisi external pipa, cathodic protection, dan spot thickness.
Inspeksi untuk sertifikasi terakhir dilakukan 25 Oktober 2016, sertifikat kelayakan penggunaan peralatan yang dikeluarkan oleh Dirjen Migas masih berlaku hingga 26 Oktober 2019. Sertifikasi dilakukan tiga tahun sekali sesuai SKPP Migas.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Kapushidrosal) Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro mengatakan, Pertamina merupakan korban pada peristiwa patahnya pipa di Teluk Balikpapan setelah Pushidrosal melakukan pencitraan dasar laut di lokasi, tak lama sesudah kejadian.
"Tidak mungkin pipa patah begitu saja. Kalau melihat hasil patahan pipa dan bekas garukan, pasti ada benda keras yang menyebabkan. Asumsi kami, benda keras itu adalah jangkar. Dengan demikian, Pertamina hanya sebagai korban, apalagi pipa yang patah itu telah dilaporkan dan sudah tergambar pada peta," kata Harjo.
Selain menunggu investigasi atas penyebab eksternal atas patahnya pipa tersebut untuk kepentingan hukum, Pertamina dan warga Balikpapan juga menantikan hasil uji laboratorium atas kualitas air Teluk Balikpapan yang sedang dilakukan KLHK.
Tonton Video Ini:
Pushidrosal: Pipa Patah Pertamina Tergambar dalam Peta
Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Kapushidrosal) Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro mengatakan, pipa yang patah milik Pertamina di Teluk Balikpapan sudah tergambar pada peta, baik electronic navigational chart (ENC) maupun peta kertas.
"Peta tersebut, sesuai ketentuan International Maritime Organization (IMO) yang berlaku sejak 2014, wajib dibawa setiap kapal besar yang berlayar. Ini mandatory. Tidak mungkin kapal berlayar tanpa peta, apalagi dengan kecepatan tinggi," kata dia, seperti mengutip Antara di Jakarta, Minggu (22/4/2018).
Baca Juga
Begitu pula dengan kapal yang diduga melakukan lego jangkar di Teluk Balikpapan, menurut Harjo, juga membawa ENC. ENC produksi Pushidrosal tersebut, diperoleh kapal itu melalui salah satu distributor dunia, yaitu C-Map.
"Saya buka ENC kapal itu ternyata masih bagus dan bisa berfungsi dengan baik. Dan setelah saya cek, ENC juga update. Saya lihat, semua data terbaru ada pada peta itu, termasuk keberadaan pipa, larangan-larangan lego jangkar, semua ada," jelasnya.
Harjo menyebutkan, ENC yang dibawa semua kapal di seluruh dunia yang berlayar di wilayah perairan Indonesia memang mengacu pada peta Pushidrosal. Bahkan peta British Admiralty Chart (BAC) pun memperoleh suplai data dari Pushidrosal.
Menurut dia, Pertamina merupakan korban pada peristiwa patahnya pipa di Teluk Balikpapan setelah Pushidrosal melakukan pencitraan dasar laut di lokasi, tak lama sesudah kejadian.
"Tidak mungkin pipa patah begitu saja. Kalau melihat hasil patahan pipa dan bekas garukan, pasti ada benda keras yang menyebabkan. Asumsi kami, benda keras itu adalah jangkar. Dengan demikian, Pertamina hanya sebagai korban, apalagi pipa yang patah itu telah dilaporkan dan sudah tergambar pada peta," kata Harjo.
Ia menambahkan, Pushidrosal ketika itu langsung menerjunkan Tim Survei Darurat untuk melakukan pencitraan. Tim tersebut terjun ke lapangan dengan mempergunakan tiga peralatan sekaligus, yaitu side scan sonar, multibeam echosounder, dan magnetometer.
Dari tampilan base surface, lanjut Harjo, satu pipa memang patah dan bergeser sejauh 117,34 meter.
Selain itu, juga ditemukan parit bekas garukan yang diduga bekas garukan jangkar dengan panjang 498,82 meter, lebar 1,6-2,5 meter, dan kedalaman 0,3-0,7 meter.
Terkait update peta, kata dia, pihaknya selalu melakukan penyesuaian data setiap minggu. Hal itu tidak hanya berlaku untuk peta perairan Teluk Balikpapan, tapi juga seluruh peta di perairan Indonesia.
Penyesuaian data kekinian itu, menurut Harjo, bisa berasal dari berbagai pihak. Selain berdasarkan survei Pushidrosal sendiri, data juga diperoleh dari berbagai informasi masyarakat. Misalnya dari pihak pelabuhan maupun kapten kapal ketika menemukan kondisi terbaru yang berbeda dari peta sebelumnya.
"Para pelaut wajib membuat hidrographic note jika menemukan perubahan di lapangan. Mereka harus melaporkan kepada Pushidrosal, sehingga kami pun melakukan update," ucap Harjo.
Advertisement