Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) terus mengalami tekanan dalam dua pekan ini. Nilai tukar rupiah hampir menyentuh level 14.000 per dolar AS yang merupakan level terlemah sejak 2016.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir diakibatkan oleh kondisi eksternal yang tidak menentu.
Beberapa sentimen yang menekan rupiah adalah perang dagang antar negara dan prediksi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS).
Advertisement
Baca Juga
"Gonjang-ganjing belum berhenti. Sebenarnya gonjang-ganjing yang terjadi lebih banyak karena tekanan perang dagang. Kemudian ada tekanan AS akan menaikkan bunga lagi," ujar Darmin saat ditemui di Hotel Four Seasons, Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Melihat kondisi tersebut, Darmin melanjutkan, kemungkinan besar sulit untuk bisa melihat rupiah menguat kembali ke level 13.400 per dolar AS hingga 13.500 per dolar AS.
"Kalau pasar sedang bergejolak, itu selalu akan ada waktunya untuk apa, mungkin tidak kembali ke 13.500 atau 13.400 per dolar AS," katanya.
Namun demikian, Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belum yang terburuk alias presentase masih lebih rendah dibandingkan beberapa negara negara lain di dunia.
"Sebenarnya kalau persentasi pelemahan itu kan kita tidak yang terburuk. Kita ya, masih banyak negara yang tajam pelemahannya. Tapi persentasenya yang dilihat. Jangan dilihat absolutnya, karena kita kursnya belasan ribu per dolar," tandasnya.
Hampir Dekati 14.000 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih melemah pada perdagangan Selasa pekan ini. Pelemahan rupiah ini lebih disebabkan faktor eksternal.
Mengutip Bloomberg, Selasa (24/4/2018), rupiah dibuka di angka 13.921 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.975 per dolar AS.
Namun kemudian, rupiah kembali melemah hingga menyentuh level 13.976 per dolar AS. Posisi ini merupakan pelemahan terburuk sejak 2016. Jika dihitung dari awal tahun, pelemahan rupiah mencapai 2,37 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), pada hari ini rupiah dipatok di angka 13.900 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.894 per dolar AS.
Dolar AS memang terus perkasa di kawasan Asia termasuk terhadap rupiah. Penguatan dolar AS ini karena kenaikan imbal hasil surat utang AS berjangka waktu 10 tahun. Kenaikan imbal hasil ini menuju ke level psikologis, yaitu 3 persen.
Pada perdagangan kemarin, imbal hasil surat utang AS berada di angka 2,998 persen, yang merupakan level tertinggi dalam empat tahun ini. Kenaikan imbal hasil tersebut karena kekhawatiran peningkatan pasokan utang pemerintah AS dan tekanan inflasi dari kenaikan harga minyak.
Kepala perdagangan Asia Pasifik Oanda Singapura, Stephen Innes, mengatakan bahwa dolar AS mendapat tenaga yang besar dari imbal hasil surat utang AS.
"Semula pelaku pasar melihat bahwa kenaikan tidak akan besar, tetapi ternyata cukup tinggi akan kemungkinan berlangsung cukup lama," jelas dia.
Advertisement
Intervensi BI
Melihat pelemahan nilai tukar rupiah ini, Bank Indonesia mengaku telah melakukan intervensi di pasar secara besar-besaran. Terbukti pada kemarin pelemahan rupiah bisa diminimalisasi.
"Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah (IDR) sesuai fundamentalnya, Bank Indonesia telah melakukan intervensi baik di pasar valas maupun pasar SBN dalam jumlah cukup besar," kata Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo kepada wartawan, Selasa (24/4/2018).
Disebutkan Agus, rupiah yang pada Jumat pekan lalu sempat terdepresiasi sebesar -0,70 persen, pada Senin ini hanya melemah -0,12 persen. Angka ini lebih rendah daripada depresiasi yang terjadi pada mata uang negara-negara emerging market dan Asia lainnya, seperti Filipina PHP -0,32 persen, India INR -0,56 persen, Thai THB -0,57 persen, Meksiko MXN -0,89 persen, dan Afrika Selatan ZAR -1,06 persen.
Gambaran serupa juga tampak dalam periode waktu yang lebih panjang. Dengan dukungan upaya stabilisasi oleh BI, sejak awal April (mtd), rupiah melemah -0,91 persen, lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lain, seperti THB -1,04 persen, INR -1,96 persen, MXN -2,76 persen, ZAR -3,30 persen.
Demikian pula, sejak awal tahun 2018 (ytd) IDR melemah -2,35 persen, juga lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lain, seperti BRL -3,06 persen, INR -3,92 persen, PHP -4,46 persen, dan Turkey TRY -7,17 persen.Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: