Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku pembangunan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) masih terhambat pinjaman dana.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbaruka‎n dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana mengatakan, ‎masih ada kendala pembangunan pembangkit listrik EBT, di antaranya pinjaman dana dengan bunga yang tinggi. Hal ini‎ akan memberatkan pengusaha.
Advertisement
Baca Juga
"Kalau saya lihat kendalanya yang paling utama ya ada beberapa kendala yang kami identifikasi. Pendanaan itu dalam kata ketersediaan low interest," kata Rida, di Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Menurut Rida, Kementerian ESDM telah melakukan diskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk mendapat pembiayaan pembangunan pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan dengan bunga rendah. Namun, saat ini belum ada perkembangan.
"Ketersediaan dana murah kuncinya. Finansial yang ada kita sudah obrol dengan OJK mau MoU, tapi belum running. Namun paling tidak pintu ke sana ada," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir mengaku, pengembang ‎listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yang menggarap proyek EBT skala kecil masih memiliki keterbatasan pendanaan. Kondisi ini bertambah berat ketika pihak penyedia keuangan belum mempercayai perusahaan tersebut.
"Kalau saya sudah kenal baik dengan perbankan A ya gampang, tapi kalau dia pemula sekali ya mungkin agak sulit," tandasnya.
PLN Ancam Putus Kontrak Perusahaan yang Lelet Bangun Pembangkit Listrik
PT PLN (Persero) akan mencabut kontrak ‎jual beli listrik yang telah disepakati dengan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP), jika pembangunan pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) tidak mengalami kemajuan.
Direktur Utama PLN, Sofyan Basir mengatakan, PLN telah menetapkan batas waktu proses pembangunan pembangkit listrik, setelah 12 bulan perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dilakukan.
"‎Ada limitnya kok. Batalin (kalau tidak ada perkembangan)," kata Sofyan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Menurut Sofyan, biasanya pembangunan pembangkit yang tidak kunjung ada kemajuan menandakan perusahaan tidak bonafit. Biasanya, pembangunan pembangkit listrik yang tidak mengalami kemajuan disebabkan pendanaan yang tak kunjung mendapat pinjaman.
‎"Enggak bonafit. Pada umumnya kan biasanya ada dia pergi ke Bank A, sama Bank B peraturannya lain. Ya kan enggak sama," tuturnya.
Sofyan berharap, pembangunan 70 pembangkit listrik EBT, yang sudah melakukan penandatanganan PPA pada tahun lalu dapat berjalan sesuai target, sehingga tidak ada yang diputus kontraknya oleh PLN.
"Mudah-mudahan sih enggak ada yang aneh ya. Kadang-kadang kemampuan sebagai pengusaha itu sendiri," ucap Sofyan Basir.
Terpisah, Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengungkapkan, perkembangan pembangunan pembangkit EBT yang penjanjian penjualan listriknya ditandatangani pada tahun lalu. Dari 70 pembangkit yang melakukan PPA, sudah ada tiga pembangkit yang beroperasi, enam pembangkit masuk tahap kontruksi, dan 14 dalam proses penyelesaian pembiayaan. Sementara, pembangkit sisanya sedang dalam proses.
"Tadi angka sudah saya sebut, yang sudah selesai pun tiga, yang konstruksi enam," kata Arcandra.
‎Menurut Arcandra, jumlah pembangkit EBT yang melakukan penandatanganan jual beli listrik pada 2017 meningkat, dibanding tahun-tahun sebelumnya. Yaitu pada 2014 sebanyak 23 pembangkit, 2015 sebanyak 14 pembangkit, dan 14 pembangkit pada 2016.
Kondisi ini menunjukkan, Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 dan 12 Tahun 2017 yang mengatur tarif listrik dari pembangkit EBT menarik bagi pengusaha.
‎"Jadi mohon kiranya dari 70 itu workable, masih ada yang belum itu sedang kita usahakan," ujar Arcandra.Â
Advertisement