Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menerapkan harga patokan tertinggi gas untuk sektor kelistrikan. Patokan ini merupakan upaya menekan biaya produksi Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG).
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, saat ini harga gas untuk pembangkit listrik ditetapkan 14,5 persen dari harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 Tahun 2017 tentang pemanfaatan gas bumi untuk pembangkit listrik. Dengan begitu, harga gas akan mengalami kenaikan jika ICP mengalami kenaikan.
Advertisement
Dengan ICP saat ini di level USD 60 per barel, maka harga gas untuk pembangit sekitar USD 8 per mmbtu. Kondisi ini tentunya akan memberatkan sektor kelistrikan karena Biaya Pokok Produksi jadi meningkat.
Baca Juga
"Bahkan sekarang kalau 14,5 persen ICP USD 60 berarti sekitar USD 8 per mmbtu. Jadi berat juga," kata Andy, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Menurut Andy, agar harga gas untuk sektor kelistrikan dapat ditekan, maka perlu ada penetapan patokan harga maksimal untuk alokasi gas sektor kelistrikan. Hal ini serupa dengan kebijakan harga batubara yang dipatok untuk sektor kelistrikan.
"Makanya gas itu perlu ada treatment khusus, di migas ada DMO (Domestic Market Obligation/DMO), harga khusus DMO," ucap Andy.
Rencana tersebut akan meningkatkan nilai tambah, karena dapat menekan biaya produksi listrik. Saat ini penetapan harga patokan gas untuk sektor kelistrikan masih didiskusikan dengan pihak internal Kementerian ESDM. Dia menargetkan akan berlaku tahun ini.
"Sudah ada rencana, tapi kan masih debat diantara temen-teman kita sendiri. Teman saya, saya kan orang migas. Dengan SKK Migas," tandasnya.
PLN Kurangi Alokasi Gas untuk Sektor Kelistrikan
Sebelumnya, PT PLN (Persero) menurunkan target pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU), dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018 -2027. Kondisi ini membuat kebutuhan gas turun.
Direktur Pengadaan Strategis PLN, Iwan Supangkat Santoso mengatakan, pada awal RUPTL 2017 - 2026 pengoperasian PLTGU ditargetkan 78 unit. Namun karena ada penyesuaian pertumbuhan konsumsi listrik tambahan pengoperasian PLTGU diturunkan menjadi 56 unit.
"Karena pembangkit yang dibangun dari 78 menjadi 56. Baik PLTG-nya berkurang sangat banyak," kata Iwan, di Jakarta, Sabtu (14/4/2018).
Iwan menuturkan, pengoperasian PLTGU turun selama 10 tahun ke depan. Secara otomatis konsumsi gas untuk sektor kelistrikan turun dari perkiraan awal sekitar 3.300 BBTUD menjadi 2.000 BBTUD.
"Sehingga kebutuhan gasnya berkurang, karena berkurang maka PLN yang 10 tahun ke depan di 2025 kira-kira 3.300 BBTUD. kira-kira tinggal 2.000, iya turunnya 1.000 lebih," ujar dia
Iwan melanjutkan, dengan menurunnya perkiraan konsumsi gas, alokasi gas untuk sektor kelistrikan akan dialihkan agar bisa terserap oleh sektor lain yang membutuhkan. "Iya dialihkan. Pemerintah memperhatikan harga untuk ekspor, jadi mengatur produksinya," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement