Sukses

Haruskah Sri Mulyani Layani Ajakan Debat Rizal Ramli?

Setiap menjelaskan mengenai utang pemerintah, Menkeu Sri Mulyani selalu menggunakan data dan fakta.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Keuangan (Menkeu), Rizal Ramli ingin melakukan debat dengan tema utang pemerintah dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Munculnya keinginan tersebut setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempersilakan para politikus untuk beradu argumen soal utang dengan data dan angka yang jelas dengan Sri Mulyani.

Berita tersebut langsung dikomentari oleh Rizal Ramli melalui akun twitter "Wah ini asyik — Tolong diatur debat terbuka RR vs SMI di TV — biar ketahuan siapa yg manipulatif, dan merupakan bagian dari masalah". 

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti menjelaskan dalam akun facebooknya, pernyataan dari Presiden Jokowi menandakan bahwa ia sangat mempercayai dan sama sekali tidak meragukan kredibilitas dari Menkeu Sri Mulyani.

"Pesan kunci yang hendak disampaikan beliau adalah bahwa boleh saja melakukan kritik, sepanjang menggunakan data dan informasi yang akurat. Argumentasi harus menggunakan data dan fakta," jelas dia seperti dikutip, Sabtu (28/4/2018).

Menurutnya, setiap menjelaskan mengenai utang pemerintah Menkeu Sri Mulyani selalu menggunakan data dan fakta. Begitu pula setiap kali ada kritik tentang utang, Kementerian Keuangan selalu memberikan jawaban dengan memberikan data dan fakta.

Hampir semua pengamat ekonomi termasuk Faisal Basri dan lembaga penelitian Indef sepakat bahwa utang tetap diperlukan untuk menambah kapasitas fiskal pemerintah. Terpenting adalah penggunaan utang pemerintah tersebut untuk hal yang bersifat produktif sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang.

Selama ini, dalam rilis APBN pemerintah juga terus memberikan data dan fakta. Nufransa mencontohkan dengan output pembangunan 2015-2017 yang sudah dihasilkan dan disalurkan yaitu 6 bandara baru, 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru, 105 bendungan baru, 818 km’sp rel kereta api dan 341,5 ribu unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kualitas).

Untuk pembangunan Dana Desa di 2017 telah dibangun 109,3 ribu km jalan desa, 852,2 km jembatan, 303.473 unit sambungan air bersih, 3.715 embung desa, 38.330 posyandu, 16.794 pasar desa, 28.792 PAUD Desa, 264.031 sumur dan MCK, dan 182.919 drainase dan irigasi.

Sementara untuk Dana Alokasi Khusus Fisik ke daerah, capaian di 2017 berupa 241 unit ambulans, 692 puskesmas keliling, 5.463 rehabilitasi sarana kesehatan, 2.790 pembangunan perumahan, 53.922 peningkatan kualitas rumah, 184.483 hektare pembangunan jaringan irigasi, 344.698 hektar rehabilitasi irigasi, 12.334 km peningkatan, pemeliharaan, dan pembangunan jalan, 8.956 m pemeliharaan, penggantian, dan pembangunan jembatan.

 

2 dari 3 halaman

Tuduhan Ugal-Ugalan

Menurut Nufransa, tuduhan yang dilontarkan oleh Rizal Ramli adalah ugal-ugalan. Hal inipun sudah dijelaskan secara komprehensif sebulan yang lalu.

"Kini beliau masuk ke ranah personal dengan menyerang kebijakan Sri Muyani saat menjadi menkeu yang pertama kalinya. Rizal Ramli mengatakan bahwa kebijakan Sri Mulyani menjual goverment bond dengan yield lebih tinggi dari negara Philipina adalah kesalahan besar," kata dia.

Nufransa melanjutkan, dari komentar tersebut, menurutnya Rizal Ramli tidak melihat kondisi saat itu. Yield Surat Utang Negara pada 2006 memang sedikit lebih tinggi dibandingkan negara tetangga (Filipina).

Hal ini mengingat inflasi Indonesia dan volatilitas nilai tukar rupiah yang masih cukup tinggi serta mempertimbangkan credit rating Filipina yang satu level lebih baik dari Indonesia saat itu.

Dengan demikian, cukup wajar jika yield Indonesia masih di atas Filipina dan tidak mungkin untuk menekannya di bawah yield negara tersebut.

Penerbitan obligasi pemerintah saat itu karena kebutuhan untuk menutup APBN dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.

Melalui kebijakan fiskal pada masa 2006-2010 di bawah kempimpinan SMI, telah berhasil mempertahankan pertumbuhan Indonesia cukup tinggi secara konsisten.

Indonesia bahkan mampu melewati krisis keuangan global dengan baik di tahun 2008 untuk tumbuh tinggi di tahun berikutnya (6,2% th 2010). Padahal saat krisis 2008, situasi perekonomian dunia mengalami ancaman keterpurukan, risiko default seluruh dunia meningkat sangat tinggi diukur dengan Credit Default Risk (CDR).

 

3 dari 3 halaman

Perlukah Debat Terbuka?

Melihat semua ini, rasanya tidak perlu dilakukan debat terbuka. Data dan fakta sudah disajikan sesuai arahan Presiden Jokowi. Entah mengapa Sri Mulyani sepertinya berkeinginan sekali untuk melakukan debat terbuka dengan SMI. Apakah ada maksud atau obsesi tertentu?

Kalau masih ada yang meragukan tentang kredibilitas SMI dan Kementerian Keuangan, tidak perlu debat, biarkan data yang berbicara.

Kalaupun Rizal Ramli masih ingin debat, rasanya cukup dengan pejabat Kementerian Keuangan. Biarlah energi Menkeu digunakan untuk memikirkan hal yang lebih strategis untuk negara ini, agar dapat mencapai masyarakat yang adil makmur serta bermartabat.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: