Liputan6.com, Jakarta - Saban tahun, buruh yang tergabung dalam serikat kerja menggelar aksi untuk merayakan Hari Buruh Internasional yang jatuh setiap tanggal 1 Mei. Aksi tersebut tak lepas dari tuntutan, salah satunya upah layak.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Luky Alfirman optimistis demo buruh pada peringatan May Day 2018 tidak akan mengganggu iklim investasi di Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
"Buktinya pertumbuhan investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI) di 2017 masih mencapai 13-14 persen," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (1/5/2018).
Dari laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) kuartal I 2018 mencapai Rp 185,3 triliun.
Jumlah itu, meningkat 11,8 persen dari periode sama 2017 sebesar Rp 165,8 triliun. Realisasi investasi tersebut menyerap 201.239 tenaga kerja.
Menurut Luky, peringatan May Day 2018 yang diwarnai aksi atau demo bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara lain. Demo buruh, diakuinya bukan menjadi salah satu indikator calon investor untuk menanamkan modal di Indonesia.
"May Day bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara lain karena sudah menjadi event internasional. Dan demo di May Day bukan menjadi faktor ketika investor memutuskan investasi di Indonesia," jelasnya.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengharapkan, aksi buruh pada peringatan May Day 2018 berjalan dengan amain, damai, dan kondusif.
"Dengan begitu, tingkat kepercayaan investor terhadap Indonesia tinggi, dan makin banyak investor yang mau masuk ke sini," katanya.
Â
Buruh RI Tertinggal Dibanding Malaysia
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, demo buruh pada peringatan Hari Buruh Internasional tidak ada dampaknya ke iklim investasi.
"Karena jadi hari libur nasional, pengaruhnya hampir tidak ada ke iklim investasi. Kan di seluruh dunia juga merayakan May Day," ujarnya.
Menurut Bhima, yang jadi persoalan buruh saat ini adalah lebih kepada produktivitas buruh Indonesia yang masih tertinggal di tingkat ASEAN. Artinya kalah dari Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
Dalam Global Competitiveness Index, produktivitas tenaga kerja masuk nomor 8 sebagai masalah paling besar dalam daya saing nasional. Selain itu, indikator pasar tenaga kerja Indonesia juga belum efisien dengan peringkat ke 96 dari 137 negara.
Belum lagi, masalah besarnya kesenjangan skill antara kebutuhan pelaku usaha dan keahlian pekerja menjadi hambatan bagi investasi. Termasuk soal pendidikan angkatan kerja yang 60 persennya lulusan SMP ke bawah.
"Investasi masuk kalau tenaga kerjanya produktif dan inovatif. Soal demonstrasi ada di urutan akhir yang jadi pertimbangan," tandas Bhima.
Advertisement