Sukses

Bos BRI: Keputusan BI Pertahankan Suku Bunga Acuan Sudah Tepat

Keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan sebesar 4,25 persen sudah tepat mencerminkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang baik.

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau Bank BRI berharap agar Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan suku bunga acuan BI atau 7-day Reverse Repo Rate. Hal ini mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia yang masih stabil. 

Direktur Utama Bank BRI, Suprajarto mengatakan, dengan tidak menaikan suku bunga acuan, Bank Sentral dapat mencerminkan fundamental yang stabil kepada masyarakat.

"Ya kalau The Fed sudah naik, kalau BI enggak naik mungkin juga akan sedikit berpengaruh. Tapi buat saya, lebih baik tidak naik, karena kalau tidak naik, paling tidak memberikan sinyal kepercayaan pada publik bahwa fundamental ekonomi masih bagus," tegasnya di Gedung BRI, Jakarta, Kamis (3/5/2018).

Suprajarto menilai keputusan BI mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 4,25 persen sudah tepat. Hal tersebut sejalan dengan kondisi sektor keuangan yang masih stabil.

Untuk diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan Bank Indonesia (BI) 7-day Reverse Repo Rate sebesar 4,25 persen. Bank Indonesia juga mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 3,50 persen dan Lending Facility 5,00 persen.

"Rapat Dewan Gubernur pada 17 hingga 18 Januari 2018 memutuskan mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate tetap sebesar 4,25 persen," ujar Asisten Gubernur Kepala Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Dodi Budi Waluyo.

 

Reporter : Dwi Aditya Putra

Sumber : Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Jumlah Bank Berdampak Sistemik Bertambah Jadi 15 Bank

Kinerja sektor perbankan nasional terus membaik. Pertumbuhan kredit melonjak dan pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) terus terjaga. Sedangkan untuk jumlah bank sistemik bertambah. 

Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, OJK mencatat perbaikan di Industri keuangan. Hal ini tampak dari membaiknya pertumbuhan kredit.

Maret 2018, tercatat pertumbuh kredit sebesar 8,54 persen (yoy). Angka tersebut lebih baik dibandingkan Februari lalu, yang sebesar 8,22 persen (yoy).

"Untuk DPK sedikit menurun, bulan lalu, 8,44 persen yoy, sekarang (Maret 2018), 7,66 persen. Ini juga sangat fluktuatif. Trennya selalu meningkat," ungkapnya usai Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Bank Indonesia, Jakarta, Senin (30/4/2018).

Selain itu, rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) juga mengalami perbaikan. NPL pada Februari 2018 adalah 2,88 persen sedangkan pada Maret 2018 NPL turun ke 2,75 persen.

"Kita harapkan terus-menerus turun karena proses konsolidasi dan restrukturisasi kredit di industri perbankan akan semakin baik," ujarnya.

OJK juga mencatat ada penambahan jumlah bank sistemik. Jika pada September 2017 lalu terdapat 11 bank sistemik, maka pada April 2018 jumlah tersebut menjadi 15 bank.

"Kita update setiap 6 bulan April dan September. Sebelumnya ada 11 bank sekarang 15 bank. Kenaikan ini karena dari indikator yang ada, mengalami kenaikan di antaranya size, interconektiveness. Ini juga sudah dididikusikan dengan BI," kata dia.

"Nanti ada yang namanya capital surcharge dan penerapannya secara gradual, kalau kita lihat dengan surcharge yang ada ini tidak akan mengganggu permodalannya. Kedua, bank sistemik itu harus membuat recovery plan," tandas Wimboh.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com